Rabu, 23 Oktober 2013

ZAKAT FITRAH DENGAN UANG, BOLEHKAH...???



Ibadah menurut Imam Al Ghazali dibagi menjadi tiga jenis bagian,
pertama ibadah bersifat rasional (ma’qul) seperti ketentuan pencuri harus dihukum, orang berhutang harus mengembalikan. Kedua ibadah bersifat irasional (ghairu ma’qul) atau hanya murni bentuk manifestasi pengabdian seorang hamba kepada sang pencipta, contoh melempar jumrah (7 batu) saat beribadah haji dan orang kentut membatalkan wudlu seseorang, konsep initidak masuk pada logika nalar namun dilakukan semata sebagai bentuk kepatuhan pada perintah Tuhan. Ketiga ibadah akumulatif seperti zakat.
Logika dalam zakat adalah berbagi antara si kaya dengan si miskin, tapi menjadi tidak logis jika ada ketentuan bila seseorang memelihara 40 ekor kambing (1 nishab) dalam setahun (haul) harus mengeluarkan zakat berupa seekor kambing, sedangkan 30 ekor sapi zakatnya adalah anak sapi berumur 1-2 tahun, 5 ekor unta zakatnya 1 ekor kambing, 25 ekor unta zakatnya 1 ekor bintu makhadl betina (unta genap 1 tahun sampai 2 tahun). Karena kambing nishabnya 40 ekor? Jika sapi 30 ekor? Dan unta hanya sampai 5 ekor sudah wajib zakat dan jika sudah menginjak hitungan 25 zakatnya bukan lagi kambing secara berkelipatan, namun pindah menjadi unta? Disinilah letak ketidak nalaran-nya.
            Karena ada campuran unsur ta’abbud (pengabdian hamba) itulah Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat fithrah sebesar satu sha’(setara dengan 4 mud) mutlak harus dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok setempat tanpa bisa diganti dengan uang yang senilai atau bahkan lebih. Pendapat ini diikuti oleh semua ulama pengikutnya tanpa terkecuali. Berbeda dengan Imam Hanafi yang memandang bukan sisi ta’abuddiyahnya yang menonjol, namun kebutuhan si faqir-lah yang diutamakan.
            Sebenarnya, sho’ dan mud merupakan satuan ukuran atau volume, bukan takaran sebagaimana yang diasumsikan banyak masyarakat. Satu mud versi Syafi’i, Hambali dan Maliki adalah 0,766 liter atau kubus berukuran sekitar 9,2cm sedangkan satu sho’ versi Syafi’i, Hambali dan Maliki 3,145 liter setara dengan kubus seukuran 14,65 cm.
             Apabila dikonversikan pada hasil berat, karena setiap beras mempunyai kadar air yang masing-masing berbeda maka hasilnyapun juga tidak sama, kemungkinan inilah yang menjadikanperbedaan pendapat ulama Indonesia tentang berapa berat zakat fithrah jika dijadikan dalam bentuk satuan (kg) sehingga terjadi perbedaan pendapat mulai antara 2,5kg sampai 2,8kg. Bagi kita bebas mengikuti pendapat antara ukuran tersebut, namun jika inginmengikuti langkah paling  ihtiyath (hati-hati) kitra dapat mengambil 2,8 kg atau hasil penelitian yang cukup tinggi.
            Banyak lembaga yayasan atau Badan Kemakmuran Masjid (BKM) yang siap membantu penyaluran zakat fithrah supaya dapat menyalurkan kepada mustahiq (golongan penerima) secara merata, namun sebagian dari mereka banyak yang kurang paham betul tentang seluk-beluk zakat fithrah. Diabtara masalah yang banyak terjadi adalah zakat fithrah dengan uang.
            Untuk kalangan Syafi’iyah, yakni penganut mayoriyah muslim Indonesia tidak diperbolehkan memberikan zakat berupa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar