A. DEFINISI PENYALURAN DANA
Definisi
penyaluran dana adalah menjual kembali dana yang diperoleh dari penghimpunan
dana dalam bentuk simpanan. Dalam penyaluran dana ini pihak bank harus memiliki
strategi yang mumpuni untuk menyalurkan dananya ke masyarakat melalui alokasi
yang strategis sehingga keuntungan yang didapat bisa dimaksimalkan. Tujuan bank
dari pengalokasian dana adalah memperoleh keuntungan semaksimal mungkin. Dalam
mengalokasikan dana, pihak perbankan membaginya ke dalam prosentase tertentu
sesuai dengan kondisi yang terjadi di dalam perekonomian pada saat sekarang ini misalnya untuk bidang
pertanian diberikan 20% sedangkan untuk bidang industsri 40%.
Dalam
hal penyaluran dananya ke masyarakat pihak perbankan membebankan bunga dengan
prosentase tertentu sesuai dengan penetapan harga bunga oleh BI. Untuk tahun
2007 BI menetapkan suku bunga untuk pengalokasian dana ke masyarakat berkisar
1%.
Berbeda
dengan bank konvensional, pada produk penyaluran dana ini, bank syariah mengacu
pada prinsip tolong menolong dan persyarikatan. Keuntungan yang diperoleh dari
adanya penyaluran dana ini bergantung pada keuntungan atau laba operasi dari
pengelola modal. Apabila laba pada tahun atau bulan berjalan naik maka
keuntungan yang akan diperoleh juga naik, begitu sebaliknya. Selain itu,
penyaluran dana pada bank syariah dialokasikan kepada produk-produk yang sesuai
dengan syariat Islam.
B. PENGERTIAN KREDIT DAN PEMBIAYAAN
Menurut
UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain mewajibkan pihak peminjam melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sedangkan
pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.
Dalam
pemberian kredit pihak perbankan akan mengadakan perjanjian terlebih dahulu
dengan pihak peminjam, namun sebelum hal ini terjadi pihak peminjam mengajukan
proposal terlebih dahulu kepada pihak perbankan untuk dianalisa dalam hal latar
belakang nasabah atau perusahaan. Prospek usahanya, jaminan yang diberikan. Hal
ini diberikan agar pihak perbankan menjadi yakin serta bahwa nasabah adalah
orang yang tepat untuk diberikan pinjaman. Pemberian kredit yang tanpa melalui
tahap analisis akan dapat menyebabkan kerugian bagi pihak perbankan itu sendiri
karena akan dapat menimbulkan kredit macet dikemudian hari. Hal inilah yang
banyak terjadi dibanyak tubuh perbankan pada tahun 1997 dimana banyak bank umum
yang dilikuidasi oleh BI dikarenakan liuiditasnya berada dibawah standar BI.
C. PRODUK PENYALURAN DANA
MUDHARABAH
Adalah
bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih, dimana pemilik modal
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan
umum:
a. Jumlah
modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara
tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam
satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan
disepakati bersama.
b. Hasil
pengelolaan diperhitungkan dengan dua cara, yaitu revenue sharing yang berasal
dari pendapatan proyek dan profit sharing, dari keuntungan proyek.
c. Bank
berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak mencampuri
urusan pekerjaan/usaha nasabah.
MUSYARAKAH
Secara
bahasa syirkah atau musyarakah berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu
modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dalam istilah fiqih, syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih
untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.
Landasan
syariah akad syirkah ini mendapatkan landasan syariahnya dari Al qur’an,
hadits, dan ijma:
1. Dari
Al Qur’an
“maka mereka berserikat dalam sepertiga
“ QS. Annisa : 12. Ayat ini sebenarnya tidak memberikan landasan syariah bagi
semua jenis syirkah. Ia hanya memberikan landasan kepada syirkah jabariyyah
(yaitu perkongsian beberapa orang yang terjadi diluar kehendak mereka karena
mereka sama-sama mewarisi harta pusaka).
“Dan sesungguhnya kebanyakn dari
orang-orang yang berkongsi itu benar-benar berbuat zalim kepada sebagian
lainnya kecuali orang-orang beriman dan mengerjakan amal shaleh” QS. Shad: 24.
Ayat ini mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat dam
berdagang dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Kedua ayat Al quran ini
jelas menjalankan bahwa syirkah pada hakikatnya diperbolehkan oleh
risalah-risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan.
2. Dari
Sunnah (hadits)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : Aku adalah
mitra ketiga dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari keduanya tidak
menghianati yang lainnya. Jika salah satu dari keduanya telah menghianatinya
maka Aku keluar dari perkngsian itu”. HR. Abu Dawud dan Al Hakim. Arti hadis
ini adalah bahwa Allah SWT akan selalu bersama kedua orang yang berkongsi dalam
keengawasanNya, penjagaanNya, dan bantuanNya. Allah akan memberikan bantuan
dalam kemitraan ini dan menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Jika
keduanya atau salah satu dari keduanya telah berkhianat, maka Allah
meninggalkan mereka dengan tidak memberikan berkah dan pertolongan sehingga
perniagaan itu merugi. Disamping itu masih banyak hadis yang lain yang
menceritakan bahwa para sahabat telah mempraktekkan syirkah ini sementara
Rasulullah SAW tidak pernah melarang mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Rasulullah telah memberikan ketetapan kepada mereka.
3. Ijma’
Kaum muslimin telah sepakat dari dulu
bahwa syirkah diperbolehkan, hanya saja mereka berbeda pandangan dalam hukum
jenis-jenis syirkah yang banyak variasinya itu.
Pada
prinsipnya syirkah itu ada dua macam yaitu syirkah amlak (kepemilkan) dan
syirkah Uqud (terjadi karena kontrak). Syirkah kepemilikan ini ada dua macam
yaitu ikhtiari dan jabari. Ikhtiari terjadi karena kehendak dua orang atau
lebih untuk berkongsi misalnya dalam pewarisan.
Sedangkan syirkah Uqud
adalah perkongsian yang terjadi karena kesepakatan anttara dua orang tau lebih untuk berkongsi modal, kerja atau
keahlian dan jika perkongsian itu menghasilkan untung, maka hal itu akan dibagi
bersama menurut saham dan kesepakatan masing-masing. Syirkah uqud ini memiliki
banyak variasi yaitu syirkah ‘inan, Mufawadhoh, Abdan, wujuh, dan mudharabah.
Rukun syirkah menurut
madzhab hanafi hanya ada dua rukun dalam syirkah yaitu ijab dan qobul.
1)
Syirkah ‘inan
‘inan artinya sama dalam menyetorkan
atau menawarkan modal. Syirkah ‘inan merupakan suatu akad dimana dua orang atau
lebih berkongsi dalam modal dan sama-sama memperdagangkannya dan bersekutu
dalam keuntungan. Hukum jenis syirkah ini merupakan titik kesepakatan
dikalangan para fuqaha. Demikian juga syirkah ini merupakan bentuk syirkah yang
paling banyak dipraktekkan kaum muslimin di sepanjang sejarahnya. Hal ini
disebabkan karena bentuk perkongsian ini lebih mudah dan praktis karena tidak
mensyaratkan persamaan modal dan pekerjaan. Salah satu dari partner dapat
memiliki modal yang lebih tinggi dari pada mitra yang lain. Begitu pula salah
satu pihak dapat menjalankan perniagaan sementara yang lain tidak ikut serta.
Pembagian keuntunganpun dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan mereka bahkan
diperbolehkan salah seorang dari partner memiliki modal dan keuntungan yang
lebih tinggi sekiranya ia memang lebih memiliki keahlian dan keuletan daripada
yang lain. Adapun kerugian harus dibagi menurut perbandingan saham yang
dimiliki oleh masing-masing partner.
2)
Syirkah Mufawadhoh
Mufawadhoh artinya sama-sama. Syirkah
ini dinamakan syirkah mufawadhoh karena modal yang disetor para partner dan
usaha fisik yang dilakukan mereka sama atau proporsional. Jadi syirkah
mufawadhoh merupakan suatu bentuk akad dari beberapa orang yang menyetorkan
modal dan usaha fisik yang sama. Masing-masing partner saling menanggung satu
dengan lainnya dalam hak dan kewajiban. Dalam syirkah ini tidak diperbolehkan
satu partner memiliki modal dan keuntungan yang lebih tinggi dari para partner
lainnya. Yang perlu diperhatikan dalam syirkah ini adalah persamaan dalam
segala hal diantara masing-masing partner.
3)
Syirkah Wujuh
Syirkah ini dibentuk tanpa modal dari
para partner. Mereka hanya bermodalkan nama baik yang diraihnya karena
kepribadiannya dan kejujurannya dalam berniaga. Syirkah ini terbentuk manakala
ada dua orang atau lebih yang memiliki reputasi yang baik dalam bisnis memesan
suatu barang untuk dibeli dengan kredit (tangguh) dan menjualnya dengan kontan.
Keuntungan yang dihasilkan dari usaha ini kemudian dibagi menurut persyaratan
yang telah disepakati antara mereka.
4)
Syirkah Abdan (A’mal)
Syirkah ini dibentuk oleh beberapa orang dengan
modal profesi dan keahlian masing-masing. Profesi dan keahlian ini bisa sama
dan bisa juga berbeda. Misalnya satu pihak tukang cukur dan pihak lainnya
tukang jahit. Mereka menyewa satu tempat untuk perniagaanyya dan bila
mendapatkan keuntungan dibagi menurut kesepakatan diantara mereka. Syirkah ini
dinamakan juga dengan syirkah shona’i atau taqobul.
MURABAHAH
Murabahah
berasal dari kata ribhul (keuntungan)
adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank
bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah
harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). Kedua belah pihak
harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan
dalam akad jual beli, jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
berlakunya akad. Dalam transaksi ini, barang diserahkan segera setelah akad,
sedang pembayaran dilakukan secara cicil.
BAI
BITSAMAN AJIL (PENJUALAN DENGAN TAMBAHAN UNTUNG)
Artinya
pembelian barang dengan cara cicilan. Pembiayaan bai bitsaman ajil adalah
pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan
barang modal (investasi). Pembiayaan ini berjangka waktu satu tahun. landasan
syariahnya terdapat di QS. Annisa:29. “hai orang-orang beriman janganlah kamu
makan hak sesamamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.
BAI
AS SALAM
Adalah
transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada seperti
pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali. Oleh karena itu barang
diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak
sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas,
kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Landasan syariah transaksi ini terdapat dalam hadits. Ibnu Abbas meriwayatkan
bahwa Rasulullah datang ke madinah dimana penduduknya melakukan salaf (salam)
dalam buah-buahan untuk jangka waktu 1, 2, dan 3 tahun. beliau berkata “barang
siapa yang melakukan salaf, hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas
dan timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang diketahui”.
Ketentuan
umum salam:
1. Pembelian
hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas: jenis,
macam/bentuk, ukuran, mutu dan jumlahnya.
2. Bila
hasil produksi yang diterima tidak sesuai maka, nasabah harus bertanggung jawab
antara lain mengembalikan dana yang telah diterima atau mengganti barang sesuai
pesanan.
3. Karena
bank tidak menjadikan barang yang dibeli/dipesan sebagai persediaan
(inventory), maka bank dimungkinkan untuk melakukan akad salam pada pihak
ketiga. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.
BAI
AL ISTISHNA
Produk
istishna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna pembayaran dapat
dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Umumnya dilakukan
pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Ketentuan umumnya adalah spesifikasi
barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya.
Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna dan tidak
boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria
pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, seluruh biaya
tambahan tetap ditanggung nasabah.
IJARAH
Perjanjian
sewa yang memberikan kepada penyewa untuk memanfaatkan barang yang akan disewa
dengan imbalan uang sewa sesuai dengan persetujuan dan setelah masa sewa
berakhir maka barang dikembalikan kepada pemilik, namun penyewa dapat juga
memiliki barang yang disewa dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
QARDUL
HASAN
Al
qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan atau pinjaman
uang. Apikasi qard dalam perbankan antara lain:
1. Sebagai
pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberi pinjaman talangan
untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Pinjaman dilunasi
sebelum berangkat haji.
2. Sebagai
pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah.
BAI
AL WAFA
Jual
beli yang dilangsungkan dua pihak yang dibarengi dengan syarat bahwa barang
yang dijual itu dapat dibeli kembali oleh penjual, apabila tenggang waktu yang
ditentukan telah tiba.
D.
JENIS PENYALURAN DANA DAN PENDAPATAN
YANG TERKAIT
Penentuan
jenis kelompok penyaluran yang dilakukan oleh bank syariah juga sangat
berpengaruh terhadap pendapatan yang dipergunakan sebagai unsur perhitungan
distribusi bagi hasil usaha karena pendapatan dari kelompok penyaluran ini yang
akan dibagi hasilkan. Dalam penentuan jenis penyaluran yang dipergunakan
sebagai unsur distribusi bagi hasil usaha oleh bank syariah juga belum ada keseragaman.
Ada bank syariah yang membedakan penyaluran utama yaitu penyaluran dengan
prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), penyaluran dengan prinsip jual
beli (murabahah, salam, istishna) dan penyaluran dana dengan prinsip ujroh
(ijarah).
Penentuan
penyaluran dana dalam bank syariah sangat penting karena pendapatan dari
penyaluran dana tersebut yang dipergunakan sebagai penentuan jenis pendapatan
yang akan dibagikan. Dalam perhitungan distribusi hasil usaha terdapat beberapa
hal pola yang dipergunakan oleh bank syariah, yaitu sebagai berikut;
1. Prioritas
penyaluran (penyaluran utama dan lainnya)
Dalam hal ini bank syariah menetapkan
penyaluran utama yang meliputi penyaluran dengan prinsip bagi hasil seperti
pembiayaan mudharabah dan musyarakah dengan prinsip jual beli seperti murabahah
dan lain sebagainya. Tujuan dari pemisahan ini adalah bahwa dalam penyaluran
dana yang dilakukan oleh bank syariah mengutamakan penyaluran utama yaitu
penyaluran pada sektor riil yang dijalankan oleh bank syariah. Dalam hal bank
syariah menetapkan penyaluran utama dan penyaluran sekunder maka pendapatan
merupakan unsur distribusi hasil usaha.
2. Total
penyaluran dana
Dalam hal ini, bank syariah tidak
menetapkan prioritas dalam penyaluran dananya, semua penyaluran dana yang diperkenankan
oleh prinsip syariah dilakukan tanpa prioritas oleh bank syariah. Bank syariah
juga tidak memotong atau mengurangi dana untuk secondary reserve, misalnya untuk giro wajib minimum, semua
penyaluran dana yang dilakukan oleh banksyariah merupakan unsur dalam
perhitungan distribusi hasil usaha. Oleh karena itu, semua pendapatan yang
diperoleh dari penyaluran dana juga merupakan unsur distribusi hasil usaha.
Berapa pendapatan yang dibagikan sangat tergantung dari jumlah sumber dana
mudharabah mutlawah yang dihimpun