MENGELOLA TRANSAKSI GIRO WADIAH
A. Giro wadiah
Dalam
Undang-undang no 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 6 disebutkan yang dimaksud dengan
giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Al- Wadiah adalah titipan
murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang
harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
Dalam fatwa
Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan tentang giro wadiah (Fatwa, 2006)
sebagai berikut:
a. Bersifat titipan
b. Titipan bisa diambil kapan
saja (on call)
c. Tidak ada imbalan yang disyaratkan,
kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Dalam surat
ederan bank Indinesia no 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal: Produk
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan giro wadiah diatur sebagai
berikut:
1) Definisi
giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah bayaran lainnya atau dengan cara
pemindah bukuan.
2) Akad Wadiah
Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana
atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana
atau barang titipan sewaktu-waktu
3) Fitur dan mekanisme
Giro atas dasar akad wadiah
a. Bank bertindak sebagai penerima
titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana
b. Bank tidak diperkenankan menjanjikan
pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah
c. Bank dapat membebankan kepada nasabah
biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya
pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyed giro, biaya materai, cetak
laporan transaksi dan saldo rekening, pembukuan dan penutupan rekening.
d. Bank menjamin pengembalian dana
titipan nasabah
e. Dana titipan dapat diambil setiap
saat oleh nasabah
Ciri-ciri giro wadiah adalah sebagai
berikut:
a. Bagi pemegang rekening disediakan
cek untuk mengoperasikan rekeningnya;
b. Untuk membuka rekening diperlukan
surat referensi nasabah lain atau pejabat bank, dan menyetor sejumlah dana
minimum (yang ditentukan kebijaksanaan masing-masing bank) sebagai setoran
awal;
c. Calon pemegang rekening tidak
terdaftar dalam daftar hitam Bank Indonesia;
d. Penarikan dapat dilakukan setiap
waktu dengan cara menyerahkan cek atau instruksi tertulis lainnya;
e. Tipe rekening :
Ø Rekening perorangan,
Ø Rekening pemilik tunggal,
Ø Rekening bersama (dua orang individu
atau lebih),
Ø Rekening organisasi atau perkumpulan
yang tidak berbadan hukum,
Ø Rekening perusahaan yang berbadan
hukum,
Ø Rekening kemitraan,
Ø Rekening titipan;
f. Servis lainnya :
ü Cek istimewa,
ü Instruksi siaga (standing
instruction)
ü Transfer dana otomatis;
ü Kepada pemegang rekening akan
diberikan salinan rekening (statement of account) dengan rincian transaksi
setiap bulan;
ü Konfirmasi saldo dapat dikirimkan
oleh bank kepada pemegang rekening setiap enam bulan atau periode yang
dikehendaki oleh pemegang rekening.
- LANDASAN HUKUM GIRO WADIAH DALAM PRAKTIK PERBANKAN SYARIAH
1. Surat An-Nisa` : 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, …..”
2. Surat Al Baqarah : 283 :
“…………. akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; …”.
3. Dalam Al-Hadits lebih lanjut yaitu :
Dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak
menerimanya dan janganlah membalasnya khianat kepada orang yang menghianatimu.”
(H.R. ABU DAUD dan TIRMIDZI).
Kemudian, dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tiada bersuci.” (H.R THABRANI).
Kemudian, dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tiada bersuci.” (H.R THABRANI).
Dan diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau
mempunyai (tanggung jawab) titipan. Ketika beliau akan berangkat hijrah, beliau menyerahkannya
kepada Ummu `Aiman dan ia (Ummu `Aiman) menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk menyerahkannya
kepada yang berhak.”
4. Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah
Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan
secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
5. PBI No.3/10/PBI/2001 tentang
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)
beserta ketentuan perubahannya.
6. PBI No.7/6/PBI/2005 tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah beserta
ketentuan perubahannya.
7. PBI No.9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran
Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah beserta ketentuan perubahannya.
C. Jenis Jenis Giro Wadiah
Wadiah
dibedakan dalam dua jenis yaitu:
1.
Wadiah yad-amanah
Wadiah yad-amanah, titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan
tersebut sampai diambil kembali oleh penitip. Untuk memberikan gambaran
diberikan ilustrasi sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Amir seorang tiggal di
Jakarta ingin pergi ke Bandung dengan menggunakan kereta api. Untuk menuju
stasiun Gambir Jakarta ia menggunakan sepeda motor. Sesampainya di stasiun
gambir Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada tukang parker dan atas
penitipan tersebut Amir membayar biaya parkir. Tukang parkir harus menjaga
amanah dan tidak diperkenankan untuk menggunakan sepeda motor Amir.
Contoh di atas merupakan
ilustrasi wadiah yad-amanah, yang
dalam perbankan syariah diaplikasikan dalam produk “safe deposit box”. Bank syariah tidak diperkenankan untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat dari barang yang ada pada safe deposit box tersebut, sehingga
imbalan bank syariah menerima fee.
2. Wadiah yad-dhamanah
Wadiah yad-dhamanah adalah titipan dimana barang titipan selama belum dikembalikan kepada
penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut
diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan. Untuk
memberikan gambaran diberikan ilustrasi sederhana yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.
Amir
seorang tiggal di Jakarta ingin pergi ke Bandung dengan menggunakan kereta api.
Untuk menuju stasiun Gambir Jakarta ia menggunakan sepeda motor. Sesampainya di
stasiun gambir Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada tukang parkir dan
atas penitipan tersebut Amir membayar biaya parkir. Pada saat menitipkan
tersebut kepada tukang parkir Amir
mengatakan bahwa sepeda motor dapat dipergunakan untuk ngojek, tetapi
sewaktu-waktu Amir dating untuk mengambil sepeda motor harus ada dan utuh
seperti semula. Yang menjadi pertanyaan: Apakah Amir sebagai pemilik sepeda
motor mendapat bagian dari hasil ojek yang dilakukan oleh tukang parker? Dan
apakah tukang parker harus membayar imbalan kepada Amir dan bagaimana resiko
atas sepeda motor tersebut. Jawabannya adalah pertama, Amir sebagai pemilik
sepeda motor tidak mendapat bagian dari hasil ojek yang dilakukan oleh tukang
parker (karena titipan dan bukan bagi hasil). Kedua tukang parker tidak harus
memberikan imbalan kepadfa Amir dan semua resiko yang timbul atas sepeda motor
adalah tanggung jawab tukang parker. Jika tukang parkir memberikan imbalan dari
sebagian hasil ojek maka hal tersebut merupakan kebijakan tukang parker.