Jumat, 19 Agustus 2016

TRANSAKSI DANA SYARIAH



MENGELOLA TRANSAKSI GIRO WADIAH

A.    Giro wadiah
Dalam Undang-undang no 10 tahun 1998 pasal 1 ayat 6 disebutkan yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Al- Wadiah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan tentang giro wadiah (Fatwa, 2006) sebagai berikut:
a.       Bersifat titipan
b.       Titipan bisa diambil kapan saja (on call)
c.       Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank.

Dalam surat ederan bank Indinesia no 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008, perihal: Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dijelaskan giro wadiah diatur sebagai berikut:
1)      Definisi
giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah bayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
2)      Akad Wadiah
Transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu
3)      Fitur dan mekanisme
Giro atas dasar akad wadiah
a.       Bank bertindak sebagai penerima titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana
b.      Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah
c.       Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyed giro, biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukuan dan penutupan rekening.
d.      Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah
e.       Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah

Ciri-ciri giro wadiah adalah sebagai berikut:
a.       Bagi pemegang rekening disediakan cek untuk mengoperasikan rekeningnya;
b.      Untuk membuka rekening diperlukan surat referensi nasabah lain atau pejabat bank, dan menyetor sejumlah dana minimum (yang ditentukan kebijaksanaan masing-masing bank) sebagai setoran awal;
c.       Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam Bank Indonesia;
d.      Penarikan dapat dilakukan setiap waktu dengan cara menyerahkan cek atau instruksi tertulis lainnya;
e.       Tipe rekening :
Ø  Rekening perorangan,
Ø  Rekening pemilik tunggal,
Ø  Rekening bersama (dua orang individu atau lebih),
Ø  Rekening organisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan hukum,
Ø  Rekening perusahaan yang berbadan hukum,
Ø  Rekening kemitraan,
Ø  Rekening titipan;
f.       Servis lainnya :
ü  Cek istimewa,
ü  Instruksi siaga (standing instruction)
ü  Transfer dana otomatis;
ü  Kepada pemegang rekening akan diberikan salinan rekening (statement of account) dengan rincian transaksi setiap bulan;
ü  Konfirmasi saldo dapat dikirimkan oleh bank kepada pemegang rekening setiap enam bulan atau periode yang dikehendaki oleh pemegang rekening.



  1. LANDASAN HUKUM GIRO WADIAH DALAM PRAKTIK PERBANKAN SYARIAH
1.      Surat An-Nisa` : 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, …..”
2.      Surat Al Baqarah : 283 :
“…………. akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; …”.
3.      Dalam Al-Hadits lebih lanjut yaitu :
Dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalasnya khianat kepada orang yang menghianatimu.” (H.R. ABU DAUD dan TIRMIDZI).
Kemudian, dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tiada bersuci.” (H.R THABRANI)
.
Dan diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau mempunyai (tanggung jawab) titipan.  Ketika beliau akan berangkat hijrah, beliau menyerahkannya kepada Ummu `Aiman dan ia (Ummu `Aiman) menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk menyerahkannya kepada yang berhak.”
4.      Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
5.      PBI No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) beserta ketentuan perubahannya.
6.      PBI No.7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah beserta ketentuan perubahannya.
7.      PBI No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah beserta ketentuan perubahannya.
C.     Jenis Jenis Giro Wadiah
Wadiah dibedakan dalam dua jenis yaitu:
1.       Wadiah yad-amanah
Wadiah yad-amanah, titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip. Untuk memberikan gambaran diberikan ilustrasi sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Amir seorang tiggal di Jakarta ingin pergi ke Bandung dengan menggunakan kereta api. Untuk menuju stasiun Gambir Jakarta ia menggunakan sepeda motor. Sesampainya di stasiun gambir Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada tukang parker dan atas penitipan tersebut Amir membayar biaya parkir. Tukang parkir harus menjaga amanah dan tidak diperkenankan untuk menggunakan sepeda motor Amir.
Contoh di atas merupakan ilustrasi wadiah yad-amanah, yang dalam perbankan syariah diaplikasikan dalam produk “safe deposit box”. Bank syariah tidak diperkenankan untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari barang yang ada pada safe deposit box tersebut, sehingga imbalan bank syariah menerima fee.
2.       Wadiah yad-dhamanah
Wadiah yad-dhamanah adalah titipan dimana barang titipan selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan. Untuk memberikan gambaran diberikan ilustrasi sederhana yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Amir seorang tiggal di Jakarta ingin pergi ke Bandung dengan menggunakan kereta api. Untuk menuju stasiun Gambir Jakarta ia menggunakan sepeda motor. Sesampainya di stasiun gambir Amir kemudian menitipkan sepeda motor pada tukang parkir dan atas penitipan tersebut Amir membayar biaya parkir. Pada saat menitipkan tersebut kepada tukang parkir  Amir mengatakan bahwa sepeda motor dapat dipergunakan untuk ngojek, tetapi sewaktu-waktu Amir dating untuk mengambil sepeda motor harus ada dan utuh seperti semula. Yang menjadi pertanyaan: Apakah Amir sebagai pemilik sepeda motor mendapat bagian dari hasil ojek yang dilakukan oleh tukang parker? Dan apakah tukang parker harus membayar imbalan kepada Amir dan bagaimana resiko atas sepeda motor tersebut. Jawabannya adalah pertama, Amir sebagai pemilik sepeda motor tidak mendapat bagian dari hasil ojek yang dilakukan oleh tukang parker (karena titipan dan bukan bagi hasil). Kedua tukang parker tidak harus memberikan imbalan kepadfa Amir dan semua resiko yang timbul atas sepeda motor adalah tanggung jawab tukang parker. Jika tukang parkir memberikan imbalan dari sebagian hasil ojek maka hal tersebut merupakan kebijakan tukang parker.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar