Rabu, 23 Oktober 2013

HUKUM SHALAT BERJAMA'AH DIKALA HUJAN


oleh,
Syaikh Ali bin Hasanbin Ali Al-Halaby Al-Atsary

Pertanyaan..
Pada musim hujan pada sekarang ini saya kadang tidak shalat berjama’ah di masjid karena hujan tersebut, meskipun sebetulnya saya meyakinin bahwa shalat berjama’ah di masjid bagi laki-laki wajib dan saya merasa berdosa setiap kali tidak datang ke masjid karena hujan.bagaimana menurut redaksi majalah Adz-Dzakirah??
Jawaban:
Ya, memang betul bahwa hukum asal sholat berjama’ah di masjid bagi laki-laki itu hukumnya wajib dan keutamaannya shalat berjama’ah itu sangat banyak sekali. Akan tetapi di kala ada udzur atau alasan syar’i (seperti hujan) dibolehkan untuk tidak berjama’ah di masjid. Untuk lebih jelasnya simaklah ucapan Syaikh Ali bin Hasanbin Ali Al-Halaby Al-Atsary tentang hukum shalat berjama’ah dikala hujan.
1.      Dari Ibnu Abbas r.a
Bahwasannya dia pernah berkata kepada muadzinnya ketika hujan turun: “apabila engkau telah melafadzkan Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah maka jangan mengatakan: Hayya ‘Alash sholah, akan tetapi katakanlah “Shollu fii Buyutikum” (lalu manusia mendengarkannya seolah-olah) mengingkarin masalah tersebut. Ibnu Abbas lalu berkata: ”Hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (Rasulullah SAW). Sesungguhnya shalat jum’at itu adalah kewajiban dan aku tidak ingin menyuruh kalian keluar ke masjid lalu kalian berjalan di atas tanah yang becek dan licin.” (HR. Bukhari).
2.      Dari Nafi’, dia berkata:
“pernah suatu malam Ibnu Umar r.a mengumandangkan adzan di Dhojnan (nama sebuah gunung dekat Mekah, -pent) lalu beliau berkata: Shallu Fii Rihaalikum” kemudian beliau menceritakan bahwa Rasulullah pernah menyuruh mu’adzinnya mengumandangkan adzan pada waktu malam yang dingin atau hujan dalam safar (perjalanan), dan pada akhir adzannya muadzin itu menngucapkan:’Alaa Shollu fii Rihaal” (HR. Bukhari).
3.      Dari Usamah bin Umair r.a, dia berkata:
“Dahulu kami bersama Rasulullah pada waktu Hudaibiyah danhujan pun menimpa kami tidak sampai membasahi sandal-sandal kami. Lalu mu’adzin Rasulullah menngumandangkan: Shallu fii Rihaalikum” (HR. Ahmad dan Abu Daud).


4.      Dari Ibnu Umar r.a
Bahwa dia pernah menemui malam yang dingin sekali maka ada diantara mereka yang memberi tahu (tentang bolehnya shalat di rumah di kala hujan), maka merekapun shalat di rumah-rumah merka. Ibnu Umar mengatakan: Sesungguhnya aku melihat Rasulullah menyuruhpara sahabat untuk shalat di rumah mereka di kalakeadaannya seperti ini.” (HR. Ibnu Hibban)
5.      Dari Jabir r.a, berkata:
“dahulu kami bersama rasulullah dalam perjalanan lalu hujanpun mneimpa kami maka rasulullah bersabda: Siapa yang mau maka silahkan shalat di rumahnya atau tempatnya” (HR. Muslim)
Ibnu Hibban meriwayatkan pula hadis tersebut dalam shahihnya dan memberi judul babnya: “penjelasan bahwa perintah untuk sholat di rumah (tidak berjama’ah) bagi yang memiliki udzur di atas adalah suatu yang mubah atau dibolehkan dan bukan wajib”
Di dalam hadis-hadis tersebut di atas ada beberapa pelajaran penting, diantaranya:
Ø  Boleh meninggalkan sholat berjama’ah di masjid karena alasan (yang disyari’atkan). Hal ini dikatakan oleh Al-Iraqi dalam (Tarhut Tatsrib). Lalu dia berkata: “Ibnu Bathta berkata: para ulama telah sepakat bahwa meninggalkan shalat berjama’ah (di masjid) pada waktu hujanderas, angin kencang dan yang semisalnya dibolehkan”
Imam Qurthubi mengatakan dalam (Al-Mufhim 3/1218) setelah menyebutkan beberapa hadis-hadis di atas: “Dahir hadis-hadis tersebut menunjukkan bolehnya meninggalkan sholat berjama’ah karena hujan, angin kencang dan dingin serta semisalnya dari hal-hal yang memberatkan baik di kala perjalanan atautidak”
Ø  Seorang muadzin ketika ada hal-hal di atas (hujan dll) mengganti lafadz Hayya ‘Alash sholah dengan Shollu Fii Rihaalikum atau Buyuutikum. Tapi ada riwayat-riwayat lain yang juga shahih menjelaskan bolehnya menambahkan Sholli fii Buyuutikum setelah hayya ‘Alal Falah atau setelah adzan selesai. Semuanya boleh diamalkan (boleh memilih).
Ø  Meninggalkan sholat berjama’ah di masjid itu di bolehkan baik pada saat muadzin mengumandangkan Shollu fii Rihaalikum ataupun tidak mengumandangkannya.
Ø  Sahalat di rumah di kala ada alasan yang disyari’atkan itu hukumnya boleh=boleh saja dan bukan wajib. Oleh karena itu Bukhari memberi judul bab dalam shahihnya,  kitab adzan bab 40, bab: dibolehkannya shalat dirumah karena hujan atau sebab yang lainnya.

            Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 3/157 berkata (mengomentari judul bab shahih Bukhari di atas): “Imam Bukhari menyebutkan (atau sebab yang lainnya) karena ini lebih umum dari pada hanya disebutkan karena hujan saja. (Dibolehkannya) shalat di rumah itu sebabnya lebih umum dari pada hanya karena hujan atau semisalnya. Dan shalat di rumah kadang bisa dengan berjama’ah atau sendirian, meskipun kebanyakan dengan sendirian. (Karena) hukum asal shalat berjama’ah itu dilakukan di Masjid.”
            Dan yang menguatkan akan hal ini semuanya adalah keumuman sabda beliau SAW: “Barang siapa yang mendengar adzan tapi tidak mendatanginya maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur (alasan) syar’i.” (HR. Ibnu majjah).
            Tidak di ragukan lagi bahwa hujan dan yang semisalnya itu merupakan udzur. Wallahu A’lam

[Ahkamusy Syitaa’ Fis Sunnatil Muthahharah hal.41-44]

[Dislain dari majalah Adzakiirah Al-Islamiyyah edisi 13 Th.III Shafar 1426H-April 2005]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar