oleh,
Syaikh
Ali bin Hasanbin Ali Al-Halaby Al-Atsary
Pertanyaan..
Pada
musim hujan pada sekarang ini saya kadang tidak shalat berjama’ah di masjid
karena hujan tersebut, meskipun sebetulnya saya meyakinin bahwa shalat
berjama’ah di masjid bagi laki-laki wajib dan saya merasa berdosa setiap kali
tidak datang ke masjid karena hujan.bagaimana menurut redaksi majalah
Adz-Dzakirah??
Jawaban:
Ya,
memang betul bahwa hukum asal sholat berjama’ah di masjid bagi laki-laki itu hukumnya
wajib dan keutamaannya shalat berjama’ah itu sangat banyak sekali. Akan tetapi
di kala ada udzur atau alasan syar’i (seperti hujan) dibolehkan untuk tidak
berjama’ah di masjid. Untuk lebih jelasnya simaklah ucapan Syaikh Ali bin
Hasanbin Ali Al-Halaby Al-Atsary tentang hukum shalat berjama’ah dikala hujan.
1. Dari
Ibnu Abbas r.a
Bahwasannya
dia pernah berkata kepada muadzinnya ketika hujan turun: “apabila engkau telah
melafadzkan Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah maka jangan mengatakan: Hayya
‘Alash sholah, akan tetapi katakanlah “Shollu fii Buyutikum” (lalu manusia
mendengarkannya seolah-olah) mengingkarin masalah tersebut. Ibnu Abbas lalu
berkata: ”Hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (Rasulullah
SAW). Sesungguhnya shalat jum’at itu adalah kewajiban dan aku tidak ingin
menyuruh kalian keluar ke masjid lalu kalian berjalan di atas tanah yang becek
dan licin.” (HR. Bukhari).
2. Dari
Nafi’, dia berkata:
“pernah
suatu malam Ibnu Umar r.a mengumandangkan adzan di Dhojnan (nama sebuah gunung
dekat Mekah, -pent) lalu beliau berkata: Shallu Fii Rihaalikum” kemudian beliau
menceritakan bahwa Rasulullah pernah menyuruh mu’adzinnya mengumandangkan adzan
pada waktu malam yang dingin atau hujan dalam safar (perjalanan), dan pada
akhir adzannya muadzin itu menngucapkan:’Alaa Shollu fii Rihaal” (HR. Bukhari).
3. Dari
Usamah bin Umair r.a, dia berkata:
“Dahulu
kami bersama Rasulullah pada waktu Hudaibiyah danhujan pun menimpa kami tidak
sampai membasahi sandal-sandal kami. Lalu mu’adzin Rasulullah menngumandangkan:
Shallu fii Rihaalikum” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
4. Dari
Ibnu Umar r.a
Bahwa
dia pernah menemui malam yang dingin sekali maka ada diantara mereka yang
memberi tahu (tentang bolehnya shalat di rumah di kala hujan), maka merekapun
shalat di rumah-rumah merka. Ibnu Umar mengatakan: Sesungguhnya aku melihat
Rasulullah menyuruhpara sahabat untuk shalat di rumah mereka di kalakeadaannya
seperti ini.” (HR. Ibnu Hibban)
5. Dari
Jabir r.a, berkata:
“dahulu
kami bersama rasulullah dalam perjalanan lalu hujanpun mneimpa kami maka
rasulullah bersabda: Siapa yang mau maka silahkan shalat di rumahnya atau
tempatnya” (HR. Muslim)
Ibnu
Hibban meriwayatkan pula hadis tersebut dalam shahihnya dan memberi judul
babnya: “penjelasan bahwa perintah untuk sholat di rumah (tidak berjama’ah)
bagi yang memiliki udzur di atas adalah suatu yang mubah atau dibolehkan dan
bukan wajib”
Di
dalam hadis-hadis tersebut di atas ada beberapa pelajaran penting, diantaranya:
Ø Boleh
meninggalkan sholat berjama’ah di masjid karena alasan (yang disyari’atkan).
Hal ini dikatakan oleh Al-Iraqi dalam (Tarhut Tatsrib). Lalu dia berkata: “Ibnu
Bathta berkata: para ulama telah sepakat bahwa meninggalkan shalat berjama’ah
(di masjid) pada waktu hujanderas, angin kencang dan yang semisalnya
dibolehkan”
Imam Qurthubi
mengatakan dalam (Al-Mufhim 3/1218) setelah menyebutkan beberapa hadis-hadis di
atas: “Dahir hadis-hadis tersebut menunjukkan bolehnya meninggalkan sholat
berjama’ah karena hujan, angin kencang dan dingin serta semisalnya dari hal-hal
yang memberatkan baik di kala perjalanan atautidak”
Ø Seorang
muadzin ketika ada hal-hal di atas (hujan dll) mengganti lafadz Hayya ‘Alash
sholah dengan Shollu Fii Rihaalikum atau Buyuutikum. Tapi ada riwayat-riwayat
lain yang juga shahih menjelaskan bolehnya menambahkan Sholli fii Buyuutikum
setelah hayya ‘Alal Falah atau setelah adzan selesai. Semuanya boleh diamalkan
(boleh memilih).
Ø Meninggalkan
sholat berjama’ah di masjid itu di bolehkan baik pada saat muadzin
mengumandangkan Shollu fii Rihaalikum ataupun tidak mengumandangkannya.
Ø Sahalat
di rumah di kala ada alasan yang disyari’atkan itu hukumnya boleh=boleh saja
dan bukan wajib. Oleh karena itu Bukhari memberi judul bab dalam
shahihnya, kitab adzan bab 40, bab:
dibolehkannya shalat dirumah karena hujan atau sebab yang lainnya.
Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul
Baari 3/157 berkata (mengomentari judul bab shahih Bukhari di atas): “Imam
Bukhari menyebutkan (atau sebab yang lainnya) karena ini lebih umum dari pada
hanya disebutkan karena hujan saja. (Dibolehkannya) shalat di rumah itu
sebabnya lebih umum dari pada hanya karena hujan atau semisalnya. Dan shalat di
rumah kadang bisa dengan berjama’ah atau sendirian, meskipun kebanyakan dengan
sendirian. (Karena) hukum asal shalat berjama’ah itu dilakukan di Masjid.”
Dan yang menguatkan akan hal ini
semuanya adalah keumuman sabda beliau SAW: “Barang siapa yang mendengar adzan
tapi tidak mendatanginya maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur
(alasan) syar’i.” (HR. Ibnu majjah).
Tidak di ragukan lagi bahwa hujan
dan yang semisalnya itu merupakan udzur. Wallahu A’lam
[Ahkamusy
Syitaa’ Fis Sunnatil Muthahharah hal.41-44]
[Dislain
dari majalah Adzakiirah Al-Islamiyyah edisi 13 Th.III Shafar 1426H-April 2005]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar