PENDAHULUAN
Sosiologi
merupakan suatu ilmu yang telah melalui proses perkembangan pemikiran filosofi
dan empirical-histories.Fenomena
sosial yang terjadi di Eropa Barat antara abad ke-15 hingga abad ke-18
merupakan latar belakang yang sangat mempengaruhi perkembangan sosiologi.
Sosiologi dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang memiliki paradigma majemuk yang
disebabkan oleh kompleksitas permasalahan yang ada di masyarakat sehingga
menghasilkan berbagai macam sudut pandang dalam sosiologi itu sendiri.
Kelahiran sosiologi
memiliki tujuan untuk memahami tingkat perkembangan manusia dan masyarakat
dalam kehidupan sosial sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh bapak sosiologi
Auguste Comte lewat teori Positif-nya. Sosiologi dianggap penting bagi para
ilmuwan, baik ilmuwan sosial maupun ilmuwan-ilmuwan lain di dalam mengkaji
tingkat kehidupan sosial masyarakat yang berkembangan dari zaman ke zaman.
Setiap tokoh sosiologi klasik tersebut memiliki teori unggulan
masing-masing dengan sudut pandang yang terkadang berbeda. Ada yang
mengemukakan teori baru namun ada pula yang menyempurnakan teori-teori yang
telah ada sebelumnya. Salah satunya yaitu Max Weber yang terkenal dengan suatu
metode dengan nama Verstehende.
Perkembangan
sosiologi tidak telepas dari jasa-jasa para sosiolog lainnya, seperti Auguste
Comte (bapak sosiologi), Emile Dukheim, Karl Max, Ferdinan Tonnis, Max Weber,
dan sederetan tokoh sosiologi lainnya. Mereka ini dianggap orang yang paling
berjasa dalam perkembangan sosiologi karena buah pikiran mereka menjadi dasar
rujukan dalam memahami konsep kehidupan sosial kemasyarakatan.
PEMBAHASAN
A.
Biografi Max Weber
Max Weber dilahirkan di Erfurt, Jerman pada 21 April
1864. Ia berasal dari keluarga kelas menengahyang
terpandang di kalangan politik Partai Liberal Nasional (National Liberal
Party) di masa Bismark. Max Weber terlahir
dari dua karakter orangtua yag berbeda dan itu sangat mempengaruhi orientasi
intelektual dan psikologis Weber. Ayah Max Weber adalah seorang ahli hukum yang
cakap dan penasihat kota praja, berasal dari keluarga pedagang linen dan
produsen tekstil di Jerman bagian barat. Sang ayah adalah seorang yang menyukai
kesenangan duniawi. Sedangkan Ibu Weber adalah seorang calvinis yang
taat, wanita yang berusaha menjalani hidup prihatin (ascetic), tanpa
kesenangan yang didambakan suaminya. Perbedaan antara orang tuanya tersebut membawa dampak besar pada
orientasi intelektual dan perkembangan psikologisnya.[1]
Pada awalnya, Weber memilih orientasi hidup ayahnya kemudian mendekati
orientasi hidup ibunya. Pilihan yang paling dipilih olehnya ini ternyata
berpengaruh negatif terhadap kejiwaan Weber. Sehingga pada usia 16 tahun, Weber
pergi dari rumah dan belajar di Universitas Heidelberg. Saat itu Weber tidak
hanya menunjukkan jati dirinya seperti pandangan hidup ayahnya, tetapi pada
waktu itupun memilih karier hukum seperti ayahnya. Setelah lulus, Weber
menjalani dinas militer dan pada tahun 1884, ia kembali ke Berlin ke rumah orangtuanya
dan belajar di Universitas Berlin.
Weber mulai membangkitkan seluruh waktunya
untuk kehidupan akademisnya ketika dia menerima kedudukan sebagai profesor
ekonomi di Universitas Freiburg tahun 1894. Pada tahun 1896, giatnya dalam
bekerja ini membawanya pada posisi sebagai profesor ekonomi di Heidelberg.
Pada tahun 1897, ketika karier akademik
berkembang, ayahnya meninggal dunia setelah bertengkar hebat dan diusir oleh
Max dari rumah. Hal ini membuat Weber merasa bersalah sehingga kesehatan fisik
dan psikologinya terganggu selama bertahun-tahun. Tahun1899, dia harus
dirawat dirumah sakit untuk beberapa minggu. Pada tahun 1903 tidak sampai tahun
1904, ketika ia menyampaikan kuliah perdananya dalam waktu enam setengah tahun,
Weber mampu kembali aktif kedalam kehidupan akademik.
Dalam kehidupan Weber, dan lebih penting
lagi dalam karya-karyanya, terdapat ketegangan antara pikiran birokratis,
sebagaimana ditampilkan oleh sang ayah, dengan religiusitas ibunya. Ketegangan
yang tak terpecahkan itu merasuk ke dalam karya Weber yang berjudul The
Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. Weber meninggal dunia pada
tanggal 14 Juni 1920 pada saat dia mengerjakan karya terpentingnya Economy
and Society.[2]
B.
Pendekatan Sosiologi
Max Webber
Max Weber mendefinisikan
sosiologi sebagai sebuah ilmu yang mengusahakan pemahaman interpretatif
mengenai tindakan sosial agar dengan cara itu dapat menghasilkan sebuah
penjelasan kausal mengenai pelaksanaan dan akibat-akibatnya.
Teori sosiologi interpretatif (Verstehen)
berpandangan bahwa dunia sosial berbeda dengan dunia alam yang harus dimengerti
sebagai suatu penyelesaian secara terlatih dari manusia sebagai subyek yang
aktif dan pembentukan dunia ini sebagai sesuatu yang mempunyai makna, dapat
diperhitungkan atau dimengerti dengan jelas. Menurut Max Weber, sosiologi
adalah ilmu yang berhubungan dengan pemahaman interpretatifyang dimaksudkan
agar dalam menganalisis dan mendeskripsikan masyarakat tidak sekedar yang
tampak saja, melainkan dibutuhkan interpretasi agar penjelasan tentang individu
dan masyarakat tidak keliru. Weber merasa bahwa sosiolog memiliki kelebihan
daripada ilmuwan alam. Kelebihan tersebut terletak pada kemampuan sosiolog
untuk memahami fenomena sosial, sementara ilmuwan alam tidak dapat memperoleh
pemahaman serupa tentang perilaku atom dan ikatan kimia.[3]
Dengan
demikian, Weber membedakan tindakan dari tingkah laku pada umumnya dengan
mengatakan bahwa sebuah gerakan bukanlah sebuah tindakan jika gerakan itu tidak
memiliki makna subjektif untuk orang yang bersangkutan. Ini menunjukkan bahwa
seorang pelaku memiliki sebuah kesadaran akan apa yang ia lakukan yang bisa
dianalisis menurut maksud-maksud, motif-motif dan perasaan-perasaan sebagaimana
mereka alami.
C.
Pemikiran Max Weber dan Karya-Karyanya
Max Weber pada intinya mengemukakan teori tentang proses
rasionalisasi. Weber tertarik pada masalah “Mengapa institusi sosial di dunia barat
berkembang semakin rasional tapi di belahan dunia lain tampak ada rintangan
kuat yang menghambat perkembangan tersebut?”. Dalam
masalah ini, Weber memusatkan perhatiannya pada satu dari empat jenis proses
yang diidentifikasikan oleh Kalrberg, yaitu Rasionalitas Formal yang meliputi proses berpikir
seseorang dalam membuat pilihan mengenai alat dan tujuan yang biasanya merujuk
pada kebiasaan, peraturan, dan hukum yang diterapkan secara universal dimana
ketiganya berasal dari berbagai struktur berskala besar terutama birokrasi dan
ekonomi.[4]
Weber melihat birokrasi sebagai contoh klasik dari rasionalisasi,
dan memasukkan diskusinya mengenai proses birokratisasi ke dalam diskusi yang
lebih luas tentang lembaga politik. Weber membedakan tiga jenis sistem otoritas yaitu
tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Sistem otoritas rasional-legal hanya dapat berkembang dalam
masyarakat Barat Modern dan hanya dalam sistem itulah birokrasi tersebut dapat berkembang penuh. Masyarakat
di belahan dunia lain masih didominasi sistem otoritas tradisional ataupun karismatik yang
merupakan rintangan perkembangan sistem hukum rasional dan birokrasi modern.
Weber juga membuat analisis rinci tentang mengapa sistem ekonomi rasional
yang berkembang di dunia barat, gagal berkembang di belahan dunia lain. Dalam
hal ini, Weber mengakui peran sentral agama, dimana dia di satu sisi terlibat
dialog dengan Marxis untuk menunjukan bahwa agama bukanlah sebuah epifenomena
semata,
melainkan agama telah memainkan peran kunci dalam pertumbuhan kapitalisme di
Barat, tetapi gagal di masyarakat belahan dunia yang lain. Weber menegaskan,
sistem agama rasionallah (Calvinisme) yang berperan sentral dalam
pertumbuhan kapitalisme di Barat. Tapi dibelahan dunia lain, Weber mengkaji dan
menemukan sistem agama yang irrasional yang merintangi perkembangan sistem
ekonomi rasional, walaupun pada akhirnya rintangan tersebut hanya untuk
sementara karena sistem ekonomi bahkan seluruh struktur sosial masyarakat akan menjadi rasional.
Adapun karya-karya popular Max Weber antara lain:
1. The protestan etnic and the spirit
of capitalisme
2. Economy and Society
3. From Max Weber Esay in Sociology
4. The Theory Sosioal and Economic and
Organization
5. General Economi History
6.
Religionasseziologie.[5]
D.
Tokoh yang
Mempengaruhi Max Weber
Tokoh yang mempengaruhi Max Weber adalah Karl Mark.
Weber memandang Mark dan para penganut Marxis pada zamannya sebagai deternis
ekonomi yang merupakan teori-teori berpenyebab tunggal tentang kehidupan
sosial. Mereka juga menganggap ide-ide hanyalah kepentingan material dan
kepentingan materi adalah penentu ideologi. Sedangkan di sini Weber
menyanggahnya, Weber lebih mencurahkan perhatiannya dan gagasannya terhadap
ekonomi. Weber pun memusatkan perhatiannya pada pengaruh gagasan keagamaan
terhadap ekonomi. Namun, Weber juga memperluas isi-isi yang telah dijelaskan
oleh Mark. Weber memperluas gagasan Mark tentang teori stratifikasi. Weber
memperluas teori tersebut dengan menambahkan prestige atau status dan kekuasaan
sebagai dasar stratifikasi.
Tokoh lain yang mempengaruhi Weber adalah Immanuel
Kant, yang membedakan antara isi dan bentuk kehidupan nyata. Isi dapat di
pahami melalui bentuk, sehingga membuat karya Weber menjadi lebih statis.
Kemudian, pengaruh selanjutnya diterima Nietzcshe yang mana membuktikan bahwa
kebutuhan individu untuk bertahan terhadap pengaruh birokrasi dan struktur
masyarakat modern yang lain.[6]
E.
Teori Max Weber dalam Perkembangan Sosiologi
1.
Aliran
Protestan dan Kapitalisme
Karya Max
Weber yang paling terpenting adalah The
Protestan Etnic and the Spirit of Capitalisme. Dalam teorinya, Weber menjelaskan peran dan fungsi agama terhadap
bangkitnya kapitalisme modern.
Sistem kapitalis modern itu hanya dilahirkan di Eropa Barat (kemudian
Amerika Utara) dan perkembangannya sangat terdorong oleh adanya sesuatu yang
disebut semangat kapitalisme. Semangat kapitalisme bukan esensi
kapitalisme sebagai sistem ekonomi, tetapi suatu sikap mental yang memungkinkan
kapitalisme modern. Semangat kapitalisme adalah sikap mencari keuntungan secara
rasional dan sistematis.[7]
Weber memusatkan perhatian pada protestantisme
sebagai sebuah sistem gagasan dan pengaruhnya terhadap sistem ekonomi
kapitalis. Di periode awal kapitalisme, agen terpenting adalah orang protestan.
Hal ini diteliti oleh yang Weber kemudian korelasi ini pun dibuktikan. Weber
menarik kesimpulan bahwa terdapat peran khusus orang-orang protestan dalam
menggunakan kapitalisme, yang mana salah satunya keyakinan agama mereka.
Keimanan protestan tersebut telah menghasilkan motivasi aktivitas pro-kapitalis
yang mana berorientasi pada kehidupan duniawi. Di mana bakti keagamaan biasanya
disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi termasuk pengejaran ekonomi
dan hal tidak terjadi pada protestanisme. Weber juga mendefinisikan semangat
kapitalisme sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengajaran yang
rasional terhadap keuntungan ekonomi.
Analisanya
mengenai etika protestan serta pengaruhnya dalam meningkatkan pertumbuhan
kapitalisme menunjukkan pengertiannya mengenai pentingnya kepercayaan agama
serta nilai dalam membentuk pola motivasional individu serta tindakan
ekonominya. Pengaruh agama terhadap pola perilaku individu serta bentuk-bentuk
organisasi sosial juga dapat dilihat dalam analisa perbandingannya mengenai
agama-agama dunia yang besar.Weber juga mengemukakan mengenai analisa tipeideal
dimana memungkinkan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa khusus dan untuk memberikan
analisa perbandingan dengan menggunakan kategori-kategori teoritis yang umum
sifatnya. Keseluruhan pendekatannya menekankan bahwa kepentingan ideal dan
materil mengatur tindakan orang, dan bahwa hubungan antara ideal agama dan
kepentingan ekonomi sebenarnya bersifat saling tergantung. Dengan kata lain,
hubungannnya itu bersifat timbal balik, termasuk saling ketergantungan antara protestantisme
dan kapitalisme. Dalam perkembangan kapitalismemodern, menuntut untuk
pertumbuhan modal, menuntut kesediaan untuk tunduk pada disiplin perencanaan
yang sistematis,bekerja secara teratur dalam suatu pekerjaan, serta untuk
tujuan-tujuan di masa mendatang.
2.
Rasionalisasi
Karya Weber pada dasarnya adalah
mengemukakan teori tentang rasionalisasi. Secara spesifik, berkembangnya
birokrasi dalam kapitalisme modern merupakan sebab akibat dari rasionalisasi
hukum, politik, dan industri. Menurutnya, birokratisasi itu sesungguhnya merupakan
wujud dari administrasi yang konkrit dari tindakan yang rasional, yang menembus
bidang peradaban Barat, termasuk ke dalamnya seni musik dan arsitektur.
Kecenderungan totalitas ke arah rasionalisasi di dunia Barat merupakan hasil
dari pengaruh perubahan sosial.Weber menyebutkan bahwa
rasionalisasi merupakan ciri paling signifikan masyarakat modern yang mana
ditandai oleh tiga tipe besar aktifitas manusia, yaitu:
a) Tindakan
tradisional yang terkait dengan adat istiadat.
b) Tindakan
afektif yang digerakkan oleh nafsu.
c) Tindakan
rasional yang merupakan alat yang ditujukan kearah nilai atau tujuan yang
bermanfaat.
Weber menunjukkan bahwa rasionalisasi tindakan hidup
sehari-hari para pendiri agama protestan mendukung kapitalisme. Weber juga
melihat bahwa birokrasi merupakan klasik rasionalisasi yang mana merupakan alat
untuk mencapai tujuan. Di dalam birokrasi inilah terdapat dominasi-dominasi
yang mana dalam Economy and Society. Weber membaginya menjadi tiga
bentuk dominasi, yakni otoritas tradisional, karismatik, dan legal-rasional. Di
mana otoritas tradisional dan karismatik umumnya akan merintangi perkembangan
birokrasi modern dan sistem hukum rasional karena sistem tersebut berasal dari
zaman kuno.
Birokrasi
menjadi dominan di segala wilayah kehidupan publik karena meningkatnya
formalisasi relasi-relasi publik. Inilah awal dari proses Weberian.
Meningkatnya sentralisasi birokrasi berjalan seiring dengan meningkatnya
sentralisasi kekayaan. Ironisnya, seperti halnya kapitalisme yang menggerus
agama, demikian pula organisasi merongrong masa yang semula justru lahir
bersama-sama. Namun demikian, di dalam Protestant Ethic, Weber bukan
sekedar mengatakan bahwa birokrasi eksis dalam arti institusional atau
organisasi yang sempit, lebih dari itu adalah kebudayaan, praktik dan keyakinan
pun menjadi birokratis. Yang menyebabkan proses demikian itu bukanlah ide-ide,
melainkan kepentingan-kepentingan material dan ideal, yang dikonsepsikan oleh
para aktornya.[8]
3.
Tindakan
Sosial
Teori tindakan
sosial, cabang penting ketiga dari behaviorisme sosial merupakan sebuah
tanggapan independen terhadap permasalahan-permasalah sama yang memunculkan
pluralisme behavioral dan interaksionisme simbolik. Ia mewaliki sebuah
pemecahan teoritik khusus bagi permasalah-permasalah umum dari aliran itu.
Dalam analisis mereka mengenai kepribadian, struktur sosial, dan perilaku
kolektif, aliran keprilakuan pluralistik membangun titik tolak mereka melalui
beberapa pandangan seperti halnya imitasi, inovasi, sugesti, difusi,
pertentangan inovasi-inovasi dan kesadaran akan kebaikan, aliran interaksionis
simbolik memilih tingkah laku-tingkah laku, harapan bersama, bahasa sebagai
sebuah mekanisme antar keperilakuan dan peranan sosial sebagai hal penting
dalam pendekatan mereka terhadap persoalan-persioalan yang sama.[9]Tindakan
sosial meliputi setiap jenis perilaku manusia, yang dengan penuh arti
diorientasikan kepada perilaku orang-orang lain. Sosiologi menurut Weber adalah
suatu ilmu yang mempelajari tidakan sosial. Tidak semua tindakan manusia dapat
dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan
sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku
orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain.
Weber membedakan
empat jenis orientasi perilaku sosial. Pertama, tindakan yang sengaja
rasional yang mana menerapkan rencana yang telah dirumuskan mengenai penerapan
rasional dari ilmu pengetahuan sosial, pada paradigma, model pola tindakan
sosial pada umumnya. Kedua, tindakan rasional nilai yang diarahkan
kepada suatu ideal yang berada di atas segala-galanya, dan tidak
memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan lain apa pun. Ketiga, tindakan
yang bersifat kasih sayang yang merupakan tindakan yang dilakukan dibawah
goncangan sesuatu jenis keadaan perasaan. Keempat, tindakan tradisional
yang dilakukan dibawah pengaruh adat dan kebiasaan.[10]
Suatu
tindakan adalah perilaku yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya. Ia
membedakan tindakan dengan perilaku yang murni reaktif. Konsep perilaku
dimaksudkan sebagai perilaku otomatisyang tidak melibatkan proses pemikiran.
Stimulus datang dan perilaku terjadi, dengan sedikit saja jeda antara stimulus
dengan respons. Perilaku semacam ini tidak menjadi minat sosiologi Weber. Ia
memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas melibatkan campur tangan
proses pemikiran. Dalam teori tindakannya, tujuan Weber tak lain adalah
memfokuskan perhatian pada individu, pola dan regularitas tindakan, dan bukan
pada kolektivitas. Tindakan dalam pengertian orientasi perilaku yang dapat
dipahami secara subjektif hanya hadir sebagai perilaku seseorang atau beberapa
orang manusia.
Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa Weber mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu
yang memusatkan perhatiannya pada pemahaman interpretatif(Verstehen)atas tindakan sosial dan pada penjelasan kausal atas
proses dan konsekuensi tindakan tersebut.
PENUTUP
Dari pemaparan di atas,
dapat disimpulkan bahwa Max Weber (1864-1920) adalah seorang ahli teori
sosiologi yang berasal dari Erfrut, Jerman. Dia berasal dari keluarga kelas
menengah, namun kedua orangtuanya memiliki karakter yang sangat berbeda. Pada
mulanya Weber cenderung berorientasi pada ayahnya, namun kemudian dia semakin
mendekati nilai-nilai ibunya dan antipasti terhadap ayahnya pun meningkat.
Weber pun bergeser pada sosiologi ekonomi. Dengan kehidupannya yang giat dalam
bekerja dia membawa pada posisi sebagai profesor ekonomi di Heidelberg.
Banyak teori-teori
sosiologi yang dimunculkan oleh Weber, seperti Teori Etika Protestan dan
Kapitalisme, Rasionalisasi, dan Tindakan Sosial yang menekankan pada pemahaman
(verstehen). Selain itu, Weber juga
terpengaruh oleh beberapa ahli teori sosiologi lainnya, seperti Karl Max dan
Immanuel Kant. Hasil kerja keras dan giatnya dia bekerja membawa hasil berupa
karya-karya yang bermanfaat bagi masyarakat.
[1] Noorkholis, Max
Weber Sosiologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 3.
[2]George Ritzer
& Douglas J. Goodmman, Teori Sosiologi
(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003), hlm. 129-131.
[3]http://nicofergiyono.blogspot.com/2013/09/teori-max-weber.html (di
akses pada tanggal 31 Maret 2014 pukul 14.10 WIB.)
[4] George Ritzer
& Douglas J. Goodmman, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana
Renada Media Group, 2007), hlm. 37.
[5]Soerjono
Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1993), hlm. 446.
[6]http://vunnywijaya.blogspot.com/2012/04/konsep-konsep-dasar-sosiologi-maxweber.html (di
akses pada tanggal 31 Maret 2014 pukul 14.10 WIB.)
[7] J. Dwi
Narwoko, Sosiologi, Teks Pengantar & Terapan (Jakarta: Prenada
Media, 2004), hlm. 227-228.
[8]Peter Beilharz,
Teori-Teori Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.367-368.
[9]Prof. Dr. Wardi
Bachtiar, Sosiologi Klasik (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.
255.
[10]Anthony
Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis terhadap Karya
Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber (Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press), 1986), hlm. 187-188.
Mantaaabbb
BalasHapus