Rabu, 01 Oktober 2014

Kartu Kredit atau Kartu Plastik



PENDAHULUAN
Dewasa ini untuk melakukan transaksi dapat digunakan berbagai sarana pembayaran, mulai dari cara yang paling tradisionil sampai dengan modern. Pada awal mula sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran setiap transaksi dilakukan melalui cara pertukaran, baik antara barang dengan barang atau barang dengan jasa atau jasa dengan jasa. Transaksi pada waktu ini dikenal dengan nama sistem barter.
Dalam perkembangan selanjutnya ditemukan cara yang paling efektif dan efisien untuk melakukan trasnsaksi yaitu dengan menggunakan “uang”.Namun, dalam perjalanannya penggunaan dalam jumlah besar hambatannya adalah resiko membawa uang tunai sangat besar. Resiko yang timbul dan harus dihadapi adalah seperti resiko kehilangan, pemalsuan, ataaau terkena perampokan. Akibatnya kegiatan penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran mulai berkurang penggunaannya. Kartu plastik atau yang lebih dikenal dengan nama kartu kredit atau uang plastik mampu menggantikan fungsi uang sebagai alat pembayaran.








KARTU PLASTIK
A.  Definisi
Kartu plastik atau yang lebih dikenal dengan sebutan kartu kredit merupakan kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga non bank.[1] Kartu plastik diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran di berbagai tempat seperti supermarket, pasar swalayan, hotel, restoran, tempat hiburan, dan tempat-tempat lainnya.
Definisi Kartu Kredit menurut PBI No.7/52/BPI/2005 adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari status kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi dahulu oleh acquirer atau penerbit. Atas transaksi tersebut maka pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati, baik secara sekaligus (charge card) maupun secara angsuran.
Definisi kartu pembiayaan menurut Fatwa DSN MUI No. 54/DSN-MUI/X/2006 yang dimaksud dengan Syariah Card adalah kartu yang berfungsi sebagai kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam fatwa. Yang dimaksud para pihak disini adalah penerbit kartu/mushdir al-bithaqah (bank), pemegang kartu/hamil al-bithaqah (nasabah) dan penerima kartu/tajir atau qabil al-bithaqah(merchant).


B.  Dasar Hukum
Dasar hubungan hukum antara nasabah pemegang kartu kredit dengan penerbit dalam hal ini bank adalah melalui perjanjian. Setiap perjanjian secara hukum harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, kemudian perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak tersebut sacara sah mengikat seperti undang–undang (Pasal 1338 KUH Perdata). Sebagaimana diketahui, bahwa sistem hukum kita menganut asas kebebasan berkontrak (vide Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata). Pasal 1338 ayat (1) tersebut menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang–undang bagi yang membuatnya. Dengan berlandaskan kepada Pasal 1338 ayat (1) ini, maka tidak bertentangan dengan hukum atau kebiasaan yang berlaku, maka setiap perjanjian baik secara lisan maupun tertulis yang dibuat oleh para pihak yang terlibat dalam kegiatan kartu kredit, akan berlaku sebagai undang–undang bagi para pihak tersebut. Demikian pula tentunya pasal-pasal tentang perikatan dalam buku ketiga berlaku terhadap perjanjian–perjanjian yang berkenaan dengan kartu kredit, secara mutatis–mutandis. Selain dari KUH Perdata pengaturan tentang kartu kredit juga diatur dalam perundang–undangan sebagai berikut :
1.    Undang–Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Undang–Undang No. 10 Tahun 1998
Sejauh yang berhubungan dengan perbankan, maka kegiatan yang berkenaan dengan kartu kredit mendapat legitimasi dalam Undang–Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Undang–Undang No. 10 Tahun 1998. Pasal 6 huruf I dengan tegas menyatakan bahwa salah satu kegiatan bank adalah melakukan usaha kartu kredit.
2.     Kepres No. 6 Tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan
Pasal 2 ayat (1) dari Kepres No. 61 ini antara lain menyebutkan bahwa salah satu kegiatan dari Lembaga Pembiayaan adalah melakukan usaha kartu kredit. Sementara dalam Pasal 1 ayat (7) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan kartu kredit adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam rangka pembelian barang atau jasa dengan mempergunakan kartu kredit. Selanjutnya menurut Pasal 3 dari Kepres No. 61 yang dapat melakukan kegiataan lembaga pembiayaan tersebut termasuk kegiatan kartu kredit adalah:
1.    Bank
2.     Lembaga Keuangan Bukan Bank (sekarang sudah tidak lagi dalam sistem hukum keuangan kita)
3.     Perusahaan Pembiayaan.
3.    Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 / KMK.013/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan
Pasal 2 dari Keputusan Menkeu No. 1251 ini kembali menegaskan bahwa salah satu dari kegiatan Lembaga Pembiayaan adalah usaha kartu kredit.
4.    PBI No.7/52/BPI/2005 tentang alat pembayaran dengan menggunakan kartu
5.    Bank Indonesia sudah mengeluarkan peraturan baru nomor 14/2/PBI/2012 tentang penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran menggunakan kartu sebagai pengganti aturan lama tahun 2009.
6.    Peraturan yang kemudian disusul dengan terbitnya surat edaran nomor 14/17/DASP/2012 yang mengatur lebih detail bagaimana seharusnya bisnis proses penerbitan kartu kredit yang mengutamakan prinsip kehati-hatian dan melindungi kepentingan nasabah.[2]

C.  Prinsip-Prinsip
Dikenal beberapa prinsip perbankan, yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary relation principle), prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip kerahasiaan (secrecy principle), dan prinsip mengenal nasabah (know your costumer principle). Prinsip kehati-hatian sangat diperlukan dalam pemberian fasilitas kartu kredit. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan serta norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Selain itu, dalam pemberian fasilitas kartu kredit bank juga harus menggunakan analisis 5C, yatu; capital, capacity, collateral, character dan condition of economic.

D.  Produk dari Kartu Kredit
Keleluasaan dan kebebasan dalam menggunakan kartu kredit sangat dibatasi kepada jenis kartu kredit yang dimilikinya. Oleh karenya, nasabah harus pandai dalam memilih kartu plastik yangs sesuai dengan keinginannya. Jenis-jenis kartu kredit yang ada saat ini dilihat dari berbagai sisi berikut ini[3]:
1.    Dilihat dari segi fungsi
a.    Change Card
Merupakan kartu kredit di mana pemegang kartu harus melunasi semua penagihan yang terjadi atas dirinya sekaligus pada saat jatuh tempo. Sebagai contoh jika nasabah melakukan suatu transaksi senilai Rp 500.000,00 maka pada saat jatuh tempo pembayaran harus dilakukan atas seluruh nilai transaksi tersebut dan tidak dapat dicicil.
b.    Credit Card
Adalah suatu sistem di mana pemegang kartu apat melunasi penagiha yang terjadi atas dirinya sekaligus atau secara angsuran pada saat jatuh tempo. Sama dengan contoh di atas, hanya yang menjadi perbedaan pada jenis kartu ini pembayarannya dapat dicicil asal memnuhi ketentuan minimal pembayaran yang harus dipenuhi dan biasanya besarnya minimal 10% dari nilai tagihan.
c.    Debit Card
Merupakan kartu kredit yang pembayarannya atas penagihan nasabah melalui penerbitan atas rekening yang ada di bank di mana pada saat membuka kartu. Dengan pendebitan tersebut, maka sejumlah uang nasabah yang sesuai dengan nominal transaksi berkurang dan dikreditkan kepada rekening pedagang tempat nasabah berbelanja.
d.   Cash Card
Merupakan kartu yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada ATM maupun langsung di Teller bank. Namun, pembayaran cash ini tidak dapat rdilakukan di luar bank.
e.    Chenck Guarantee
Merupakan kartu yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk menarik uang tunai.

2.    Berdasarkan Wilayah
a.    Kartu Lokal
Merupakan kartu yang hanya dapat dilakukan dalam suatu wilayah tertentu misalnya di seluruh wilayah negara Indonesia. Contoh njenis kartu ini adalah BCA Card.
b.    Kartu Internasional
Yaitu kartu kredit yang dapat dilakukan lintas negara atau dapat digunakan di seluruh negara. Contoh jenis kartu ini adalah Visa Card, Master Card, Dinners Card, atau American Card.

E.  Hubungan Hukum
Pasal 2 dari Keputusan Menkeu No. 1251 ini kembali menegaskan bahwa salah satu dari kegiatan Lembaga Pembiayaan adalah usaha kartu kredit.[4] Selanjutnya dalam Pasal 7 ditentukan bahwa pelaksanaan kegiatan kartu kredit dilakukan dengan cara penerbitan kartu kredit yang dapat dipergunakan oleh pemegangnya untuk pembayaran pengadaan barang atau jasa. Dalam prakteknya perjanjian kartu kredit dapat diklasifikasikan sebagai perjanjian baku, sebab dokumen yang mengandung syarat perjanjian sudah dipersiapkan dan ditentukan terlebih dahulu oleh pihak bank sebagai kreditur sehingga nasabah sebagai pihak pemegang kartu kredit hanya dapat menerima atau tidak terhadap semua persyaratan yang telah ditentukan (take it or leave it). Apabila nasabah menyetujui isi perjanjian tersebut, maka nasabah hanya mengisi berbagai formulir dan menandatangani nasakah perjanjian yang telah dipersiapkan oleh pihak bank. Dari isi naskah perjanjian tersebut maka nasabah pemegang kartu kredit berhak untuk :
1.Mempergunakan kartu kredit sebagai alat bukti untuk memperoleh barang atau jasa.
2. Mempergunakan sebagai sarana untuk mengambil uang tunai.
3.    Memperpanjang berlakunya kartu kredit yang dimilki, mendapat penggantian yang baru apabila kartu tersebut rusak atau hilang.
4.    Mengajukan keberatan apabila terdapat kesalahan perhitungan. Perjanjian antara pihak bank (issuer) dengan nasabah pemegang kartu kredit melahirkan tanggung jawab serta hak dan kewajiban dari nasabah pemegang kartu kredit.

Adapun tanggung jawab dan kewajiban dari nasabah tersebut adalah :
1.      Pemegang kartu wajib memberitahukan issuer apabila ada perubahan alamat penagihan.
2.      Pemegang kartu yang diterbitkan oleh issuer di Indoensia yang bukan warga negara Indonesia akan kembali ke negaranya karena masa kerjanya di Indonesia sudah habis atau alasan apapun harus melunasi semua sisa tagihannya dan mengembalikan kartunya.
3.      Untuk menjamin pelunasan pembayaran seluruh tagihan berkenaan dengan penggunaan kartu, pemegang kartu berjanji dan mengikatkan diri bahwa harta kekayaan pemegang kartu baik yang berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak akan menjadi jaminan pelunasan kewajiban pemegang kartu kepada issuer.

Sedangkan hak dari nasabah pemegang kartu kredit adalah sebagai berikut :
1.         Pemegang kartu kredit berhak untuk memperoleh barang dan layanan jasa dari merchant.
2.         Pemegang kartu kredit berhak untuk mengambil uang tunai pada bank di Indonesia maupun di luar negeri yang memasang logo kartunya selama masih dalam masa berlaku. Pemegang kartu berhak untuk menggunakan kartu kreditnya samapai dengan batas maksimal penggunaan krtu kredit ( line limit ) dengan catatan telah mendapatkan peretujuan dengn pihak penerbit. Selain hak dan kewajiban dari nasabah pemegang kartu kredit, terdapat pula hak dan kewajiban dari bank sebagai pihak penerbit kartu kredit.

Adapun kewajiban dari bank sebagai pihak penerbit adalah sebagai berikut:
1.      Menjamin pembayaran dengan menggunakan kartu kredit yang dilakukan oleh nasabah pemegang kartu.
2.      Mengganti dengan kartu baru bagi pemegang yang kartu kreditnya hilang kemudian mencantumkan nomor kartu kredit yang hilang tersebut ke dalam daftar hitam.
3.      Melakukan penagihan ke alamat pemegang kartu atas sejumlah uang yang telah dibelanjakan oleh pemegang dengan menggunakan kartu kreditnya.

Disamping kewajiban, bank sebagai penerbit juga memilki hak, antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Mengubah atau menambah persyaratan bagi calon pemegang kartu kredit.
2.      Mengambil kembali kartu kredit atau segala fasilitas yang diberikan kepada pemegang kartu setiap saat bila dianggap perlu.
3.      Mengenakan denda atas keterlambatan yang dilakukan pemegang kartu dalam melunasi hutangnya dan mengenakan bunga pada setiap angsuran hutang.
4.      Mempertimbangkan apakah sebuah kartu kredit yang sudah habis masaberlakunya dapat diperpanjang atau tidak.
5.      Menyerahkan tuntutan–tuntutan pembayaran yang masih terhutang oleh pemegang kartu kepada pengacara.
6.      Memungut biaya administrasi untuk pembuatan kartu kredit baru dan padasaat penarikan uang tunai oleh pemegang kartu.
7.      Berhak atas sejumlah komisi atau pembagian keuangan bersama pihapenerima pembayaran dengan kartu kredit.

F.   Perlindungan Nasabah
Adapun perlindungan konsumen adalah Undang undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalama undang undang tersebut bahwasanya mempertegas tentang perlindungan konsumen. Dalam Undang undang Nomor 8 Tahun 1999 yang dimaksud dengan Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.  Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

G. Persamaan dan Perbedaan antara kartu Kredit dan Kartu Pembiayaan
1.      Persamaan Charge Card dan Credit Card
Sama-sama uang yang dikeluarkan oleh pihak bank untuk membiayai suatu transaksi.
2.      Perbedaan Charge Card dan Credit Card
a.    Charge Card
1)   Tidak terdapat present spending limit
2)   Tagihan harus dibayar seluruhnya
3)   Tidak dapat digunakan untuk menarik uang tunai
4)   Dikeluarkan oleh institusi non bank
5)   Bunga berlaku bila tertunggak lebih dari 60 hari
b.    Credit Card
1)   Terdapat credit limit
2)   Tagihan dapat dicicil sesuai dengan minimun payment yang ditentukan oleh bank
3)   Dapat digunakan untuk menarik tunai
4)   Dikeluarkan oleh bank
5)   Bunga berlaku tiap keterlambatan pembayaran[5]
KESIMPULAN
Kartu plastik atau yang lebih dikenal dengan sebutan kartu kredit merupakan kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga non bank. Kartu plastik diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran di berbagai tempat seperti supermarket, pasar swalayan, hotel, restoran, tempat hiburan, dan tempat-tempat lainnya. Selain itu, ada beberapa landasan hukum yang mendasari kartu plastik dan juga terdapat pula beberapa prinsip yang melandasi kartu kredit.












DAFTAR PUSTAKA
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers, 2012
Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
Simorangkir, O.P., Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank,Bogor: Ghalia Indonesia, 2004



[1] O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal.119
[3] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya  (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 303-304
[4] Ibid, hal. 301
[5] O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 121

Tidak ada komentar:

Posting Komentar