Selasa, 21 April 2015

PASAR UANG BANK SYARIAH DAN INSTITUSI KEUANGAN SYARIAH INTERNASIONAL



PENDAHULUAN

            Pasar uang (money market) adalah mekanisme untuk memperdagangkan dana jangka pendek, yaitu dana berjangka waktu kurang dari satu tahun. Kegiatan di pasar uang ini terjadi karena ada dua pihak, pihak pertama yang kekurangan dana yang sifatnya jangka pendek, pihak kedua memlilki kelebihan dana dalam jangka waktu pendek juga.   
            Pasar uang Islam merupakan pasar tempat bank-bank Islam menjual dan membeli instrumen keuangan. Keberadaan pasar uang Islam diakui secara internasional. Pada dasarnya pasar uang internasional dengan pasar uang Islam mempunyai fungsi yang sama yaitu mengatur likuiditas, maksudnya jika bank Islam memiliki kelebihan dana makan dapat menggunakan instrumen pasar uang untuk menginvestasikan dananya. Jika mengalami kesulitan likuiditas, maka dapat menerbitkan instrumen yang dapat dijual untuk mendapatkan dana tunai.
            Telah banyak berdiri lembaga keuangan internasional yang berbasis syariah. Lembaga-lembaga keuangan berbasis syariah ini pengaruh yang cukup besar dalam perekonomian dunia.  Dimana perbedaan antara lembaga keuangan Internasional terletak pada riba. Jenis dari Lembaga Keuangan Internasional ada beberapa yaitu Bank Lokal, Bank Nasher Al-Ijtima’i, IDB, Islamic Financial Services Board, Accounting and Auditing Organitation for Islamic Finance (AAOIFI).

  
A.     Pengertian
         Pasar uang (money market) adalah mekanisme untuk memperdagangkan dana jangka pendek, yaitu dana berjangka waktu kurang dari satu tahun. Kegiatan di pasar uang ini terjadi karena ada dua pihak, pihak pertama yang kekurangan dana yang sifatnya jangka pendek, pihak kedua memlilki kelebihan dana dalam jangka waktu pendek juga. Mereka itu dipertemukan didalam pasar uang sehingga unit yang kekurangan memperoleh dana yang dibutuhkan, sedangkan unit yang kelebihan memperoleh penghasilan atas uang yang berlebihan tersebut.[1]
         Artikel- artikel yang diperdagangkan dipasar uang adalah uang (money) dan uang kuasi (near money).[2] Uang atau uang kuasi tidak lain dari surat berharga (financial paper) yang mewakili uang di mana seseorang (atau perusahaan ) mempunyai kewajiban kepada orang ( atau perusahaan ) lain. Dalam hal mata uang (currency),  yaitu buang tunai yang ada disaku kita, adalah bukti kewajiban pemerintah akan sejumlah uang kepada kita sebagai pembawa mata uang tersebut. Bill tersebut baru baru dapat dibayar oleh pemperintah dalam bentuk tunai setelah lewatnya jangka waktu yang ditetapkan, yaitu tanggal jatuh tempo dokumen tersebut.
         Dalam praktik pasar uang konvensional, yang di transaksikan adalah hak untuk menggunakan uang dalam jangka waktu tertentu. Jadi di pasar tersebut terjadi transaksi pinjam-meminjam dana, yang selanjutnya menimbulkan utang-piutang. Adapun yang di transaksikan dalam pasar ini adalah secarik kertas berupa surat utang atau janji untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu pula. Tujuan pasar uang adalah untuk memberikan alternatif, baik bagi lembaga keuangan bank maupun bukan bank, untuk memperoleh sumber dana atau menanamkan dananya. Harga dalam pasar uang konvensional biasanya dalam bentuk presentase uang mewakili pendapatan berkaitan penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Harga yang diterima oleh pemberi pinjaman untuk melepaskan hak penggunaan dana itu disebut tingkat bunga( interest rate).
         Dalam  pandangan islam, uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau barang dagangan. Maka motif permintaan terhadap uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaks i(money demand for transaction). Dalam pandangan islam uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian, sebab semakin cepat uang itu berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik perekonomian.[3]
         Kebijakan mengenai pasar uang syariah di Indonesia berdasarkan pada peraturan Bank Indonesia No: 10/36/PBI/2008 Tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah yang merupakan pengejawantahan pengadilan moneter berdasarkan prinsip syariah dalam rangka mendukung tugas Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Pencapaian target operasional tersebut dilakukan dengan cara mempengaruhi likuiditas perbankan syariah melelui kontraksi moneter atau ekspansi moneter.
B. Mekanisme Pasar Uang
         Mekanisme perdagangan surat- surat berharga berbasis syariah harus tetap berkaitan dan berada dalam batas- batas toleransi dan ketentuan- ketentuan yang digariskan oleh syariah berikut ini.[4]
1)      Fatwa ulama pada simposium yang disponsori oleh Dallah al- Baraka Group pada bulan November 1984 di Tunis menyatakan, “diperbolehkan menjual bagian modal dari setiap perusahaan dimana manajemenperusahaan tetap berada ditangan pemilik nama dagang( owner of trade name) yang telah terdaftar secara legal. Pembeli hanya mempunyai hak atas bagian modal dan keuntungan tunai atas modal tersebut tanpa hak pengawasan atas manajemen atau pembagian aset, kecuali untuk menjual bagian saham yang mewakili kepentingannya.[5]
2)      Lokakarya ulama tentang reksadana syariah, peluang dan tantangannya di Indonesia, di Jakarta tanggal 30- 31 Juli 1993, telah memperbolehkan diperdagangkan reksa dana yang berisi surat- surat berharga dari perusahaan-perusahaan yang produk maupun operasinya tidak bertentangan dengan syariah.

                  Seseorang akan tertarik menanamkan dananya pada instrumen keuangan apabila dapat diyakini bahwa instrumen tersebut dapat dicairkan setiap saat tanpa mengurangi pendapatan efektif dari investasinya. Oleh karena itu, setiap instrumen keuangan harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:
1)      Pendapatn yang baik (good return),
2)      Resiko yang rendah (low risk),
3)      Mudah dicairkan (redeemable)
4)      Sederhana (simple), dan
5)      Fleksibel
            Dalam memenuhi syarat- syarat tersebut, tanpa mengabaikan batas- batas yang diperkenankan oleh syariah, diperlukan adanya suatu special purpose company dengan fungsi sebagai berikut:
1)      memastikan keterkaitan antara sekuritisaasi dan aktifitas produktif atau pembangunan proyek-proyek aset baru, dalam rangka penciptaan pasar primer melalui kesempatan investasi baru dan menguji kelayakannya. Tahap ini disebut transaction making yang di dukung oleh initial investor.
2)      Menciptakan pasar sekunder yang dibangun melalui berbagai pendekatan yang dapat mengatur dan mendorong terjadinya konsensus perdagangan antara para dealer, termasuk fasilitas pemberian kembali (redemption).
3)      Penyediaan layanan kepada nasabah dengan mnedirikan lembaga pembayaran (paying agent).
            Konsep inidapat diterapkan secara lebih luasdengan pendayagunaan sumber-sumber dari lembaga-lembaga lain dan para nasabah dari perbankan syariah sehingga memungkinkan adanya hal-hal berikut:

a.       Penciptaan proyek-proyek besar dan penting
b.      Para penabung kecil dan para investor berpenghasilan rendah dapat memperoleh keuntungan dari proyek-proyek yang layak dan sukses, dimana mereka dapat dengan mudah mencairkan kembali dengna pendapatan yang baik.
c.       Memperluas basis begi pasar primer
d.      Menjembatani kesulitan menemukan perusahaan yang bersedia ikut berpartisipasi dalam permodalan (joint stok companies) dan mengutipnya di pasar 
         FUNGSI PASAR UANG
         Ada dua fungsi utama yang dijalankan pasar uang, yaitu sebagai berikut :
1.      Sarana alternatif khususnya bagi lembaga-lembaga keuangan, perusahaan-perusahaan non keuangan, dan peserta-peserta lainnya, baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendeknya maupun dalam rangka melakukan penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya.
2.      Sebagai sarana pengendali moneter tidak langsung oleh pengusaha moneter dalam melaksanakan operasi pasar terbuka, karena di indonesia pelaksanaan operasi pasar terbuka oleh Bank Sentral Indonesia di lakukan melalui pasar uang dengan Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang sebagai instrumennya.[6]

  
INSTITUSI KEUANGAN INTERNASIONAL
A.    Pengertian  
            Lembaga keuangan syariah yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara muslim sudah cukup banyak berkembang. Di Indonesia sendiri kita dapat melihat UU No.7 Tahun 1990 tentang perbankan, yang antara lain menyebutkan bahwa dimungkinkannya berdiri suatu bank dengan sistem bagi hasil, sehingga regulasi tersebut menjadi dasar berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank pertama di indonesia yang mererapkan sistem syariah. Kemudian, UU tersebut diamandemen dengan UU No.10 Tahun 1988 tentang Perbankan, yang berpeluang diterapkannya dual banking system dalam perbankan nasional ini. Sehingga UU tersebut telah mendorong dibukanya divisi syariah di sejumlah bank konvensional.
Lembaga Keuangan Internasional adalah lembaga keuangan yang telah ditetapkan oleh lebih dari satu negara, dan merupakan subyek hukum internasional. Pemiliknya atau pemegang saham umumnya pemerintah nasional, meski lain lembaga-lembaga internasional dan organisasi lain kadang-kadang sosok sebagai pemegang saham. Jenis dari Lembaga Keuangan Internasional ada beberapa yaitu Bank Dunia, IMF, IDB, ADB dsb.
Perkembangan perbankan syariah dimulai pada tahun 1975 dengan didirikannya Dubai
Islamic Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah. Langkah awal tersebut diikuti dengan berdirinya perbankan dan lembaga investasi Islam lainnya yang mencapai 20 lembaga di akhir tahun 1983, seperti lembaga perbankan Islam Bank Dubai  Islami, Bait at-Quwaiti, Bank Fasishal Islami, dan Bank Bahrani Islami.
1. Bank Lokal
            Sejak tahun 1963, masyarakat Muslim berkeinginan untuk mendirikan lembaga keuangan di kawasan Arab dengan sistem operasional yang jauh dari sistem bunga. Hal tersebut ditandai dengan berdirinya bank lokal untuk penyimpanan uang diMesir. Pendirian tersebut bertujuan mendorong masyarakat Muslim untuk menabung dan berkontribunsi dalam membangkitkan investasi serta berusaha untuk memrpraktikan sistem non-ribawi. Pada operasional perdana, bank tersebut mengalami pertumbuhan yang signifikan. Namun, pada tahun 1968 bank tersebut masuk dalam pengawasan Bank Sentral Mesir dan tidak  bisa beroperasi dengan kelebihan yang ada tanpa sebab yang jelas.
2. Bank Nasher Al-Ijtima’i
            Bank ini didirikan pada tahun 1971 di Kairo, Mesir. Dalam operasionalnya tidak melayani jasa-jasa perbankan di luar prinsip syariah. Tujuan pendirian tersebut untuk memotivisi penyimpanan dan produktivitas kerja. Selain itu, memberikan pinjaman tanpa bunga dalam investasi dan asuransi serta bantuan lainnya. Seluruh transaksi yang ada bebas dari unsur bunga. Adapun pendanaan bersumber dari keuntungan investasi yang dilakukan, bantuan pemerintah, wakaf khairi, dana zakat, serta dana kebajikan lainnya.
3. Islamic Development Bank
            IDB (Islami Development Bank) didirikan pada tahun 1975 yang berpusat di Jeddah. Lembaga tersebut didirikan dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat negara-negara OKI sesuai dengan prinsip syariah. Adapun tugas utamanya sebagai berikut:
1.      Membantu memberikan dana bagi kegiatan produksi (musyarakah).
2.      Melakukan investasi untuk membangun sistem ekonomi dan sosial masyarakat.
3.      Memberikan pinjaman bagi kegiatan bisnis.
4.      Membantu mengembangkan perdagangan dalam dan luar negeri sesuai dengan prinsip syariah.
5.      Melakukan kajian untuk mengembangkan kegiatan ekonomi keuangan dan perbankan.[7]
Saat ini anggota IDB berjumlah 54 negara. Negara-negara anggota menyisihkan sejumlah dana untuk IDB yang nantinya dana tersebut akan digunakan untuk program-program pengembangan ekonomi dan sosial di negara muslim tersebut. Pada anggota juga otomatis akan menjadi anggota Organisasi Konferenasi Islam (OKI) dan dalam kondisi tertentu akan menjadi anggota Dewan Gubernur IDB.
Hingga akhir tahun 1412 H (Juni 1992), dana IDB sebesar 2 Miliar Islamic Dinars. Namun, sejak Muharram 1413 H, atas kesepakatan Dewan Gubernur IDB, dana atau modal IDB itu diperbesar menjadi 6 Miliar Islamic Dinars, yang terdiri dari 600 ribu saham dengan nilai pari per lembar saham 10 ribu Islamic Dinars. Nilai Islamic Dinars sama dengan SDR (Special Drawing Right) yang digunakan IMF.
4. Islamic Financial Services Board 
           Di sela-sela sidang tahunan IMF di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April 2002, telah disepakati akan dibentuk satu institusi keuangan islam internasional. Sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut, pada tanggal 4 November 2002, delapan Gubernur Bank Sentral dari delapan negara Islam, ditambah dengan Presiden IDB, telah menandatangani pendirian 
            Islamic Financial Services Board (IFSB) di Kuala Lumpur, Malaysia. Lembaga itu langsung dipimpin oleh seorang bankir senior yang berasal dari Sudan, Prof. Rifaat Ahmed Abdel Kari, Ph.D. 
            Lembaga multilateral yang akan memayungi lembaga keuangan syariah di dunia itu, didirikan oleh Bank Sentral dan otoritas moneter dari Indonesia, Bahrain, Iran, Kuwait, Malaysia, Pakistan, Saudi Arabia, Sudan, dan Islamic Development Bank (IDB). 
             Kelahiran IFSB bukan gagasan liar yang muncul secara spontan dalam sidang tahunan IMF tersebut. Tapi, gagasan ini sudah dirintis sejak lama dan embrionya tumbuh pada Consultative Meeting for Islamic Financial Products, di Praha, Ceko, 23 September 2000. Dari situlah komitmen negara-negara pendiri semakin kuat hingga dibentuk Technical Committee untuk mewujudkan lembaga tersebut. Setelah melalui sejumlah pertemuan penting, akhirnya terwujud juga pada tahun 2002. 
             Bagi dunia perbankan dan lembaga keuangan syariah dunia, kehadiran IFSB ini memiliki arti sangat penting. Karena kini terdapat sekitar 200 lembaga perbankan Islam yang sedang tumbuh di 48 negara, termasuk Amerika Serikat, Eropa, dan Asia Barat. Bank-bank tersebut mengelola aset sekitar $ 170 miliar. 
             IFSB akan menyusun standar dan prinsip pokok pengawasan, pengaturan, dan penerapan syariah Islam oleh lembaga keuangan syariah di seluruh Indonesia. IFSB juga akan menjadi penguhubung sekaligus menjalin kerjasama dengan lembaga penetapan standar di bidang moneter dan stabilitas ekonomi. Di antara hal yang akan dilakukan, yang cukup penting adalah penyusunan standar operasional yang selaras dengan Basel Accord II. Basel Accord II sendiri masih dalam tahap persiapan akhir bagi pengimplementasian pada akhir tahun 2006, yang dikendalikan secara eksklusif oleh Bank for International Settlements (BIS) di Basel, Swiss. Intinya, fungsi IFSB seperti Bank for International Settlement (BIS). 
          Bagi Indonesia, keberadaan IFSB sangat strategis. Ini untuk menstandarisasi perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah di negeri ini sehingga standar operasi dan produknya sama secara internasional. Selain itu, melalui lembaga tersebut akan dapat dijalin kerja sama antar lembaga keuangan syariah di dunia. 
5. Accounting and Auditing Organitation for Islamic Finance (AAOIFI) 
         Lembaga ini merupakan lembaga yang menstandarisasi sistem akunting dan audit keuangan lembaga-lembaga ekonomi syariah, khususnya lembaga keuangan di dunia. Lembaga ini berkantor pusat di London, Inggris, dan diakui oleh negara-negara yang memiliki lembaga keuangan syariah sebagai benchmark akuntansi dan audit keuangan syariah.
          Lembaga ini didirikan oleh Bank Dunia bekerja sama dengan Bahrain Monetery Agency. AAOIFI memiliki misi untuk menciptakan sistem keuangan syariah yang transparan, berkesinambungan, dan bersih. 
Sejumlah standar akuntansi dan audit yang diterbitkan AAOIFI menjadi dasar bagi lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Standar Akuntansi Perbankan Syariah yang baru-baru ini disahkan Dewan Syariah Nasional merupakan peraturan akuntansi perbankan yang merujuk pada standar AAOIFI[8].


DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul, dan Mohamad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Darmawi, Herman. 2006. Pasar Finansial dan Lembaga-Lembaga Finansial. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Marthon, Said Sa’ad. 2007. Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global. Jakarta: Maktabah ar-Riyadh.
Soemitra, Andri. 2009. Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


[1]
[2]
[3] Andri soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 202
[4] Ibid, hlm.204
[5]
[6] Herman Darmawi, Pasar Finansial dan Lembaga-lembaga Finansial, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 91
[7] Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global, (Jakarta: Maktabah Ar-Riadh, 2007),hlm. 142-143 

               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar