A. Pengertian Asuransi Syariah
Kata
asuransi berasal dari bahsa inggris,”Insurance”, yang dalam bahasa Indonesia
telah menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam kamus besar bahasa Indonesia
dengan padanan kata pertanggungan. Echols dan Sadily memaknai kata insurance
dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa belanda biasa disebut dengan
istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).
Mengenai definisi asuransi secara umum
dapat ditelusuri dalam peraturan (perundang-undangan) dan beberapa buku yang
berkaitan dengan asuransi, seperti yang tertulis dibawah ini:
- Muhammad
Muslehiddin dalam buku yang berjudul “insurance and Islamic law”
mengadopsi pengertian asuransi dari kamus “Encyclopedia Britania”,
mengartikan “asuransi” sebagai suatu persediaan yang disiapkan oleh
sekelompok orang, yang dapat tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian
yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah
seorang diantara mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan
keseluruh kelompok.
- Dalam
“ensiklopedia hukum islam” disebutkan bahwa asuransi (atta’min) adalah
“transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban
membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya
kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama
sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
- Dalam
kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang
dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah “suatu perjanjian (timbale
balik ), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu
peristiwa tak tentu (onzeker vooral)”.
- Asuransi
menurut undang-undang republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian Bab 1, pasal 1 :”asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi , umtuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hokum kepada
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkabn pengertian
asuransi syariah atau yang lebih dikenal dengan at-ta’min, takaful
,atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui inventasi dalam bentuk asset
atau tabarru’ memberikan pola pengembalian untuk menghadapi
resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah .
Prinsip dasar asuransi
syariah adalah mengajak kepada setiap peserta untuk saling menjalin kerjasam
peserta terhadap ssesuatu yang meringankan terhadap bencana yang menimpa.
Asuransi syariah
disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong
menolong atau saling membantu, atas dasar prinsip syariat yang saling toleran
terhadap sesame manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana
yang dialami peserta.
Menurut fatwa
DSN.No.21/DSN-MUI-X/2001. Asurani syariah (ta’min,takafur atau
tadhangun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang / pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/tabarru’ yang
memberikan pola pengambilan untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan)
yang sesuai dengan syariat.
Pendapat para pakar
mengenai pengertian asuransi syariah
1) Al-fanjari
Asuransi syariah (ta’min) menurut alfanjari diartikan sebagi
usaha saling menaggung atau tanggung jawab sosial. Ia juga membagi ta’min
kedalam tiga bagian, yaitu ta’min at-taawuniy,ta’minal tijari, dan
ta’minal hukumiy.
2) Mushtafa ahmad zarqa
Pengertian asuransi secara istilah adalah kejadian,. Adapun metodologi dan
gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya, asuransi adalah cara atau
metode untuk memelihara asuransi dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang
beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya
atau dalam aktivitas ekonominya.
3) Husain hamid hisan
Mengatakan asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan system
yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia, semuanya telah siap
mengantisipasi suatu peristiwa, jika sebagian mereka mengalami peristiwa
tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut
dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing-masing peserta.
4) Az zarqa
Mengatakan sistem asuransi yang dipahami oleh para ulama hukum (syariah)
adalah sebuah system ta’wun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian
peritiwa atau musibah. Tugas ini dibagikan kepada sekelompok tertanggung,
dengan cara memberikan pengganti kepada orang yang tertimpa musibah.pengganti
tersebut diambil dari kumpulan premi-premi mereka .
- Konsep
Asuransi Syariah
Konsep asuransi
syariah didasarkan pada Alquran surat Almaa’idah ayat 2 yang artinya: “ tolong
menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Berdasarkan konsep tersebut
,kemudian dewan syariah nasional majelis ulama indonesia (MUI) memberikan
pengertian tentang asuransi syariah pasal 1 ayat 1 Fatwa Dewan Syariah Nasional
MUI No.21/DSN-MUI/X/2001,menetapkan bahwa:”Asuransi syariah adalah usaha
saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah.”
M.Syakir
Sula (2004,hlm 293) menegaskan bahwa konsep asuransi syariah adalah suatu
konsep di mana terjadi saling memikul risiko diantara sesama peserta sehingga
antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul.
Saling pukul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan
dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana
kebajikan (derma) yang tujuannya untuk menanggung risiko. Dalam sistem
operasional, asuransi syari’ah telah terhindar dari hal-hal yang diharamkan
oleh para ulama, yaitu gharar,maisir, dan riba.
· Menghindari
ketidakjelasan (gharar)
Hadis nabi Muhammad
SAW, yang dapat dijadikan acuan mengenai gharar adalah: “Rasurullah
SAW, melarang jual beli dengan lemparan batu (hasab) dan jual beli gharar
(diriwayatkan oleh Imam muslim).Definisi gharar menurut Imam syafii adalah
apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling
mungkin munculadalah yang paling kita takuti.menurut Ibnu qayyim,gharar adalah
yang tidak bisa diukur penerimaannya, baik barang itu ada maupun tidak ada,
seperti menjual hamba yang melarikan diri dan unta yang liar meskipun ada
(M.Syakir Sula,2004,hlm.46)
H.M.Syafei Antonio
seorang pakar ekonomi syari’ah menjelaskan bahwa ketidakjelasan (gharar)
terjadi dalam dua bentuk,yaitu:
a) Akad syariah yang melandasi penutupan polis
Kontrak dalam asuransi jiwa konvensional dikategorikan sebagai akad
pertukaran (tabaduli), yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang
pertanggungan. Secara harfiah dalam akad pertukaran harus jelas berapa banyak
yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini menjadi tidak jelas (gharar)
karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan),
tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi) karena
hanya allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Dalam konsep takaful (saling
menolong), keadaan ini akan lain karena akad yang digunakan adalah akad tolong
menolong (takafuli) dan saling menjamin di mana semua peserta asuransi menjadi
penolong dan penjamin satu sama lainnya.
b) Sumber dana pembayaran klaim
Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’ie penerima uang klaim itu
sendiri. Dalam konsep asuransi konvensional, tertanggung tidak mengetahui
darimana dana pertanggungan yang diberikan dana asuransi berasal. Tertangguung
hanya tahu jumlah pembayaran klaim yang diterimanya. Dalam konsep asuransi takaful (saling
menolong), setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, rekening
pemegang polis dan rekening khusus peserta yang harus diniatkan sebagai dana
kebajikan/derma (tabarru’) untuk membantu saudaranya yang lain. Jadi, klaim
dalam konsep asuransi takaful diambil dari dana tabarru’ yang merupakan
kumpulan dana shadaqah yang diberikan oleh peserta suransi.
yang diberikan oleh peserta asuransi.
· Menghindari
perjudiana(Maisir)
Islam telah malarang
perjudia (maisir), sebagaimana firman Allah dalam surat Almaidah ayat 90, yang
artinya:”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi,(berkoban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan
keji yang termasuk perbuatan syetan.maka jauhilah perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.
Kata maisir berasal
dari bahasa arab, yang secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat
mudahtanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Hal ini biasa
juga disebut perjudian, yang dalam terminologi agama diartikan sebagai suatu
transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk memperoleh kepemilikan suatu
benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan
cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu
(M.syakir Sula,2004,hlm.48)
Gemala Dewi (2004,
hala.136) juga mengartikan bahwa dalam konsep maisir disuatu pihak memperoleh
keuntungan, tetapi dilain pihak justru mengalami kerugian. Unsur
maisir dalam asuransi konvensional terlihat apabila selama masa perjanjian,
tertanggung tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka tertanggung tidak
berhak mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya. Sedangkan keuntungan
diperoleh tertanggung ketika tertanggung yang belum lama menjadi anggota asuransi
( jumlah premi yang disetor sedikit), menerima dana pembayaran klaim yang jauh
leih besar. Dalam konseptakaful ( saling menolong), apabila peserta
asuransi tidak mengalami musibah atau kecelakaan selama menjadi peserta, dia
masih tetap berhak mendapatkan premi yang disetor, kecuali dana yang dimasukkan
kedalam dana tabarru’.
· Menghindari bunga
(Riba)
Riba menurut
pengertian bahasa berarti tambahan ( azziyadah), berkembang (annumuw),
meningkat (al-irtifa’), dan membesar (al-uluw). Jadi, riba adalah penambahan
,perkembangan, peningkatan dan pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima
pemberi pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena menagguhkan atau berpisah
dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu ( Heri Sudarso,2004,hlm.10
- Prinsip
Asuransi Syariah
1) Dibangun atas dasar kerjasama (ta’awun)
2) Asuransi syariat rtidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabrru’ atau mudhorobah.
3) Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena
itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan
menurut syariat.
4) Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan
harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah
5) Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan
supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akantetapi
ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang
diberikan oelh jamaah.
6) Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i
7) Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Dimana
nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengan mengalami kesulitan.
8) Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syari’ah (premi)
diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah).
9) Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah.
Perusahaan hanya sebagai pemegangamana untuk mengelolanya.
10) Bila ada peserta yang terkena musibah untuk pembayaran klaim nasabah dana
diambilkan dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta yang sudah
diiklaskan untuk keperluan tolong menolong.
11) Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah salaku pemilik dana dengan
perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil.
12) Adanya dewan pengawas syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang
merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemenn produk
serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat islam.
(Abdul aziz 2010.hlm 192).
- Sumber
Hukum Asuransi Syariah
Sumber hukum material
asuransi syariah adalah syariah islam, sedangkan sumber syariah islam adalah
alquran, Hadis, Ijma (ijtihad), Fatwa sahabat rasul,Qiyas, Istihsan, dan Urf
(tradisi). Alquran dan hadis merupakan sumber utama hukum islam, namun dalam
menetapkan prinsip-prinsip maupun praktik dan operasional asuransi syariah,
parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah islam (Muhammad Syakir
Sula, 2004,hlm,296).
Oleh karena itu pengaturan tentang
asuransi syariah boleh didasarkan pada Ijma (ijtihad). Penetapan hukum dengan
metode Ijma (ijtihad) dapat menggunakan beberapa cara, antara lain:
- Melalukan
interpretasi atau penafsiran hukum secara analogi (qiyas), yaitu dengan
cara mencari perbandingannya atau pengibaratannya.
- Untuk kemaslahatan
umum (maslahah mursalah), yang bertumu pada pertimbangan menarik manfaat
dan menghindarkan mudharat.
- Meninggalkan
dalil-dalil khusus dan menggunakan dalil-dalil umum yang dipandang lebih
kuat )Istihsan).
- Dengan
cara melestarikan berlakuknya ketentuan asal yang ada, kecuali terdapat
dalil yang menetukan lain( Istish-ab)
- Mengukuhkan
berlakunya adat kebiasaan yang tidak berlawanan dengan ketentuan syariah.
Keberadaan asuransi
syariah saat ini tidak dilarang undang-undang yang berlaku, yaitu undang-undang
Nomor 2 tahun 1992 tentang perasuransian. Malahan, pemerintah telah
mengeluarkan keputusan- keputusan yang berkenaan dengan asuransi, termasuk
asuransi syariah yaitu sebagai berikut:
1) Keputusan menteri keuangan republik indonesia No.424/KMK.06/2003 tentang
kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
2) Keputusan menteri keuangan republik indonesia No.426/KMK.06/2003 tentang
perizinan usaha dan kelembagaan perusahaan reasuransi
3) Keputusan dirjen Lembaga keuangan No.Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis,
penilaian, dan pembatasan Investasi perusahaan Asuransi dan perusahaan
Reasuransi dengan sistem syariah.
Kehadiran asuransi
syariah diawali dengan beroperasinya bank syariah. Hal ini sesuai dengan
Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan ketentuan pelaksanaan
bank syariah. Pada saat ini bank syariah membutuhkan jasa asuransi syariah guna
mendukung permodalan dan investasi dana. Pada tanggal 27 juli 1993, ICMI
melalui yayasan abdi bangsa bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI), dan
perusahaan asuransi tugu mandiri sepakat memprakarsai pendirian asuransi
takaful dengan menyusun tim pembentukan asuransi takaful Indonesia (tepat).
Sebagai realisasi
kesepakatan tersebut, didirikanlah PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai
Holding Company dan dua anak perusahaan yaitu PT asuransi Takafulkeluarga
(asuransi jiwa) dan PT asuransi Takaful umum (asuransi kerugian). Pembentukan
dua anak perusahaan tersebut, dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan pasal 3
undang-undang nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, yang mana
perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi kerugian harus berdiri
terpisah.
Kesimpulan
Asuransi syariah atau
yang lebih dikenal dengan at-ta’min, takaful,atau tadhamun adalah
usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak
melalui inventasi dalam bentuk asset atau tabarru’memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah .
Kehadiran asuransi
syariah diawali dengan beroperasinya bank syariah. Hal ini sesuai dengan
Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan ketentuan pelaksanaan
bank syariah. Pada saat ini bank syariah membutuhkan jasa asuransi syariah guna
mendukung permodalan dan investasi dana.
Alquran dan hadis
merupakan sumber utama hukum islam, namun dalam menetapkan prinsip-prinsip
maupun praktik dan operasional asuransi syariah, parameter yang senantiasa
menjadi rujukan adalah syariah islam.
konsep asuransi
syariah adalah suatu konsep di mana terjadi saling memikul risiko diantara
sesama peserta sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas
resiko yang muncul. Saling pukul risiko ini dilakukan atas dasar saling
menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau
dana kebajikan (derma) yang tujuannya untuk menanggung risiko. Dalam sistem
operasional, asuransi syari’ah telah terhindar dari hal-hal yang diharamkan
oleh para ulama, yaitu gharar,maisir, dan riba.
Dikutip dari http://febrianimila98.blogspot.com/2016/11/makalah-asuransi-syariah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar